Penulis : AMAN MAARIJ, SH. MH
Dosen di sekolah tinggi ilmu hukum ( STIH ) Muhamadiyah Bima

TAMBORA INFO.- Berasumsi adalah problem klasik yang menghinggapi banyak kandidat Pilkada. Kandidat berasumsi masyarakat sudah sekian persen mendukungnya. Kandidat berasumsi masyarakat di wilayah A sudah total mendukungnya karena tokoh-tokoh masyarakatnya sudah menyampaikan dukunganya. Dan segudang asumsi lainnya yang membuat hati kandidat membumbung tinggi dan tertutup terhadap kritik. Oleh karenanya, mereka berbicara dan bertindak tidak lagi berdasarkan data yang valid yang bisa dibuktikan. Padahal bertindak berdasarkan asumsi adalah sebuah awal kekalahan yang sangat fatal. Dan awal kekalahan ini akan berefek domino pada kekalahan-kelalahan hingga hari ‘H’ pencoblosan dilaksanakan.

Memenangkan Pilkada, kata kuncinya adalah strategi pemenangan yang diterapkan oleh kandidat. Strategi inilah yang sesungguhnya menentukan seorang kandidat menang atau kalah dalam sebuah Pilkada. Strategi yang dimaksud disini adalah bagaimana cara atau jurus seorang kandidat dalam mengalahkan lawan-lawannya. Kandidat bisa menggunakan jurus David Carradine dalam film Kung Fu: The Legend Continues yang mengalahkan lawan-lawannya dengan jurus yang efektif dan memanfaatkan tenaga lawan. Atau kandidat memilih gaya Rambo yang memborbardir musuhnya dengan segala amunisi tanpa ampun sedikit pun. Jurus Kung Fu David Caradine adalah sebuah ilustrasi yang indah bagaimana ia mengalahkan lawan-lawannya dengan satu-dua gerakan yang efektif dan efisien tenaga. Sebaliknya, Rambo mengalahkan musuh-musuhnya dengan membombardirnya dengan semua kekuatan yang dia miliki, tanpa memberikan kesempatan lawannya untuk membalasnya. Untuk bisa menentukan jurus atau strategi mana yang tepat, kandidat paling tidak harus mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri serta lawan yang akan dihadapi. Dalam konteks politik, kandidat harus mengetahui peta politik secara akurat.  

Pemetaan politik bukanlah penggalian informasi atau isu-isu secara serampangan. Pemetaan politik juga bukan pengumpulan informasi yang dilakukan oleh tim sukses atau pendukung. Pengalaman di berbagai Pilkada, banyak kandidat menentukan strategi dan program berdasarkan informasi yang tidak jelas asal usulnya dan metode penggaliannya. Misalnya, isu tentang kelompok masyarkat tertentu mendukung atau tidak mendukung kandidat A, masyarakat membutuhkan program atau barang  A dan lain sebagainya. Syukur bila informasi itu benar adanya, tetapi bila informasi itu salah, kandidat bisa masuk ”jurang”. Selain akan terkuras energinya,  kandidat bisa melakukan  berbagai hal yang kontra produktif. Kami sering sekali mendampingi kandidat bertemu dengan orang-orang dekat kandidat, tim sukses, dan pendukung dimana mereka selalu memberikan informasi yang serba manis kepada kandidat. Mereka selalu memberikan laporan yang sifatnya pujian dan hanya untuk melambungkan hati kandidat atau hanya untuk menunjukan mereka sudah bekerja. Sialnya, banyak kandidat yang menerima informasi tersebut bulat-bulat, dan cenderung lebih senang dengan informasi sampah semacam itu. Saran atau informasi yang sifat jujur atau tidak layak didengar ditelinga kandidat dibuang jauh-jauh. Pada akhirnya, hasil Pilkada menjadi bukti dari segala ucapan mereka.

Peta politik adalah seperangkat informasi yang valid yang menggambarkan secara jelas menyangkut kandidat sendiri, pesaing, masyarakat (pemilih), media komunikasi, dan berbagai isu strategis. Peta politik ini sangat penting dimiliki oleh setiap kandidat. Peta politik ini akan menuntun kandidat untuk menentukan jalan yang paling efektif dan efsien untuk mencapai tujuan. Ibarat seseorang yang akan menuju suatu tempat, bila ia membawa peta kandidat tidak akan tersesat di jalan dan bahkan bisa menentukan jalan mana dan kendaraan apa yang akan ia gunakan untuk mencapai tujuan secara cepat dan efisien. Dengan peta politik ini kandidat juga akan mengetahui berbagai kelemahan dan kekuatan diri sendiri dan pesaingnya. Dengan memiliki peta politik ini kandidat tidak akan terkecoh atau terpancing dengan berbagai informasi atau isu yang menyesatkan. Kandidat tetap bisa fokus dengan target dan sasaran yang harus ditempuh dan mengabaikan hal-hal yang tidak terlalu penting.

Saya menyarankan kandidat  harus sering meembaca pemikiran ahli filsafat perang “ Sun Tzu “ untuk mengetahui bagaimana pentingnya pemetaan politik. Sun Tzu mengatakan, ”Kenali diri sendiri, kenali lawan; maka kemenangan sudah pasti ada di tangan. Kenali medan pertempuran, kenali iklim;  maka kemenangan akan sempurna”. Dengan kata lain, Sun Tzu mengatakan bahwa sebelum berangkat ke medan perang, langkah awal yang sangat penting yang harus dilakukan adalah melakukan pemetaan. Pemetaan yang menyangkut data-data tentang kekuatan dan kelemahan diri sendiri, lawan, medan pertempuran serta iklim yang bisa mempengaruhi jalannya pertempuran. Bila kita sudah mengenali kekuatan diri sendiri dan lawan, kita sudah separuh jalan memenangkan peperangan. Apabila ditambah mengetahui medan pertempuran dan iklimnya, kita akan memenangkan pertempuran dengan sempurna. Berdasarkan filosofi Sun Tzu tersebut, kita bisa membuat empat pemetaan, yaitu;
1.Pemetaan diri sendiri : kekuatan dan kelemahan diri sendiri
2. Pemetaan lawan: kekuatan dan kelemahan lawan
3. Pemetaan medan pertempuran: seluk beluk masyarakat (pemilih)
4. Pemetaan iklim: isu-isu yang sedang berkembang

Pemetaan Diri Sendiri
Pemetaan diri sendiri adalah pemetaan berbagai hal yang menyangkut diri pribadi kandidat. Disini seorang kandidat dituntut untuk mengerti benar apa kelebihan dan apa kekurangan dari dirinya. Seberapa besar tingkat popularitas dirinya dan pesaing-pesaingnya. Di daerah (kelurahan, kecamatan, kota ) mana dirinya mendapat dukungan dan seberapa besar dukungannya. Kelebihan apa saja yang dia miliki dan tidak milikinya, misalnya modal politik, modal sosial, modal ekonomi dan lain sebagainya. Dengan memahami kekurangan atau kelemahan dirinya, kandidat tentunya berusaha untuk menutupinya dan memahami kelebihan atau kekuatanya, kandidat tahu betul apa yang harus ia ”jual” kepada masyarakat atau pemilih.

Pemetaan Lawan/Pesaing

Pemetaan Lawan adalah berbagai informasi tentang kekuatan dan kelemahan lawan. Dalam konteks Pilkada, kandidat dituntut untuk melakukan pemetaan terhadap siapa yang bakal menjadi rival politik. Pemetaan semacam ini idealnya dilakukan jauh-jauh hari sebelum Pilkada serta dilakukan beberapa kali menjelang Pilkada. Pemetaan lawan, tidak hanya menyangkut siapa yang bakal menjadi pesaing tetapi juga menyangkut kelebihan dan kelemahan masing-masing. Misalnya, data tentang siapa dan dimana basis dukungan dari masing-masing pesaing. Dengan begitu, kandidat bisa menentukan langkah-langkah yang diperlukan. Misalnya menentukan siapa yang kemungkinan bisa diajak berkoalisi dan siapa rival yang paling berat. Di daerah mana kandidat harus berkonsentrasi penuh dan mengambil suara di basis pesaing.

Pemetaan Medan Pertempuran

Dengan mengenali medan pertempuran, kita bisa menentukan langkah-langkah strategis apa yang perlu diambil. Misalnya, menentukan jenis pasukan yang dibutuhkan, formasi gerakan pasukan hingga jenis senjata yang dibutuhkan. Dalam konteks Pilkada, medan pertempuran diartikan sebagai kondisi kontemporer sosial politik masyarakat di wilayah Pilkada. Disini kandidat harus memahami betul karakteristik perilaku pemilih. Misalnya pemahaman tentang kecenderungan pemilih terhadap money politik, loyalitas terhadap partai, sentimen kesukuan dan lain sebagainya. Secara umum, peta sosial politik masyarakat yang harus dipahami oleh kandidat ada tiga yaitu:

a. Peta jaringan sosial
b. Peta perilaku pemilih
c. Peta media komunikasi

Peta jaringan sosial menyangkut keberadaan organisasi sosial, keagamaan, kepemudaan, kekerabatan dan birokrasi yang berpengaruh di wilayah tersebut. Pemetaan jaringan ini sangat bermanfaat bagi kandidat untuk membangun mesin mobilisasi yang efektif. Dengan mengetahui peta jaringan sosial yang berpengaruh, kandidat bisa menentukan ikatan atau organisasi sosial apa yang bisa dijadikan mesin mobilisasi suara. Organisasi sosial berpengaruh disini bisa diartikan sebagai organisasi yang memiliki jumlah anggota yang besar atau luas. Artinya bila pemilih di wilayah tersebut 50%nya adalah anggota dari suatu organisasi sosial maka orang yang bisa menguasi organisasi tersebut maka sudah bisa dikatakan diatas kertas akan memenangkan Pilkada. Sebagai contoh, di suatu kabupaten, seorang kandidat tidak bisa mengabaikan keberadaan organisasi kepemudaan tertentu karena organisasi ini memiliki jariangan dan anggota yang luas di wilayah tersebut. Siapa yang mampu mengusai organisasi ini, dia lah yang akan memenangkan Pilkada. Organisasi sosial yang berpengaruh juga bisa diartikan sebagai organisasi yanb bisa menjadi rujukan bagi pemilih di wilayah itu. Di wilayah Kalimantan Selatan, misalnya, setiap kandidat Pilkada selalu berebut untuk mendapatkan semacam ”restu” atau citra kedekatan dengan tokoh ulama lokal tertentu untuk memenangkan Pilkada.

Peta perilaku pemilih adalah menyangkut bagaimana perilaku, sikap dan pendapat masyarakat di wilayah ini. Dengan pemetaan perilaku politik pemilih, kandidat juga bisa mengetahui secara detail bagaimana perilaku politik masyarakat, termasuk didalamnya pendapat masyarakat tentang diri kandidat dan pesaing-pesaingnya. Peta perilaku pemilih ini akan mengungkap perbedaan perilaku pemilih berdasarkan wilayah, segmen sosial, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, afiliasi ormas, dan sebagainya. Misalnya, kandidat akan tahu persis bagaimana pendapat dan sikap kelompok petani, perempuan, pemuda, warga NU, Muhamadyah, kader Partai dan kelompok lain terhadap citra kandidat dan isu politik tertentu. Dengan peta perilaku pemilih ini kandidat bisa menentukan langkah-langkah strategis khusus berdasarkan wilayah dan segmen sosial tertentu. Satu hal penting lainnya dari pemetaan perilaku pemilih ini, kandidat jadi bisa mengetahui apa keinginan masyarakat terhadap citra kandidat. Misalnya, masyarakat menginginkan seorang walikota yang religius maka kandidat bisa melakukan pencitraan dirinya sesuai keinginan masyarakat.

Peta media komunikasi adalah menyangkut data-data media komunikasi apa yang paling efektif mempengaruhi masyarakat di wilayah tersebut. Media komunikasi yang dimaksud disini tentunya menyangkut semua jenis dan bentuk media komunikasi. Mulai dari media luar ruang (spanduk, baliho, poster dan sebaginya), souvenir, media cetak, radio, televisi, tatap muka (dari mulut ke mulut), hand phone, internet, multimedia, hingga media komunikasi tradisional (seperti wayang kulit dan jatilan dan lainya). Tentu di suatu wilayah tidak semua media komunikasi digunakan dan kandidat tidak perlu menggunakan semua media komunikasi yang ada.

Dengan adanya peta media komunikasi ini, kandidat menjadi bisa menentukan media komunikasi apa yang harus digunakan dan siapa yang menjadi sasarannya. Hal ini sangat penting karena setiap media memiliki karakteristik yang berbeda. Misalnya, karakteristik media out door seperti baliho, spanduk dan poster memiliki kelebihan dalam mempengaruhi kognisi pemilih atau meningkatkan popularitas (tingkat popularitas) tapi lemah dalam mempengaruhi afeksi dan konasi (tingkat elektabilitas). Dan kesalahan menentukan media komunikasi juga bisa berakibat fatal.

Pemetaan Iklim

Faktor iklim harus diperhatikan karena faktor ini juga akan menentukan menang dan kalahnya sebuah pertempuran. Kesalahan membaca iklim tentunya bisa berdampak fatal. Pasukan yang tidak dipersiapkan menghadapi pertempuran di musim salju, misalnya, tentu akan kocar-kacir bila harus bertempur juga menghadapi rasa dingin. Iklim adalah suatu kekuatan alam yang harus disiasati dan bila mungkin memanfaatkannya menjadi kekuatan kita sendiri, demikian kata Sun Tzu.

Dalam konteks pilkada, iklim tentunya bukan berarti kondisi cuaca di daerah tersebut. Iklim lebih diartikan sebagai isu, wacana, atau tren yang sedang berkembang di masyarakat. Isu politik yang sedang berkembang biasanya berbeda antara wilayah satu dengan wilayah lainnya. Misalnya, isu politik yang berkembang di wilayah kota bima adalah persoalan pertanian, infrastruktur, pendidikan, pengangguran, kesehatan dll. Sementara isu yang berkembang di wilayah jakarta adalah persoalan kemacetan lalu lintas, banjir, parkir dan polusi udara. Seorang kandidat harus bisa membaca dengan cermat isu politik apa yang sedang berkembang di wilayahnya. Dengan pembacaan isu politik yang cermat, kandidat bisa menentukan tema kampanyenya secara tepat.

Metode Pemetaan Politik

Pemetaan politik dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah sehingga hasilnya valid, tidak bias dan dapat dipertanggungjawabkan. Ada beberapa metode penelitian sosial yang biasa digunakan untuk melakukan pemetaan politik, yaitu;
1.      Analisis SWOT
2.      Diskusi Fokus Group (Focus Group Disscusion),
3.      Diskusi mendalam (Indepth Interview)
4.      Survei.

Analisis SWOT adalah sebuah metode analisis yang digunakan untuk menganalisis kekuatan (strengh), kelemahan (weakness), kesempatan (oppourtunity) dan tindakan (treatment) yang harus dilakukan untuk meraih tujuan. Melalui analisis ini kandidat bisa mendapat gambaran tentang apa saja yang menjadi kekuatan atau kelebihanya dibanding dengan pesaing lainnya. Analisis ini juga memberikan gambaran tentang kelemahan yang ia hadapi dibanding dengan pesaing lainnya. Dengan informasi tersebut kandidat bisa melihat apakah masih ada celah atau kesempatan untuk meraih kesuksesan. Dan sebesar sejauh mana peluang yang ada untuk meraih kemenangan. Analisis SWOT ini adalah model analisis yang sederhana dan relatif tidak memerlukan tenaga atau biaya yang besar. Analisis ini bisa dilakukan oleh kandidat dengan melibatkan beberapa orang yang ia percaya. Sebaiknya kandidat jangan melibatkan terlalu banyak orang, cukup maksimal 5 orang yang dianggap memiliki kapasitas. Analisis SWOT ini sebaiknya dilakukan di ruang meeting kantor atau tempat yang nyaman, tidak terlalu ramai dan tersedia alat tulis kantor.

Analisis SWOT ini adalah metode pemetaan yang sangat minimal yang harus dilakukan oleh kandidat. Kelemahan dari metode analisis ini adalah metode ini banyak menggunakan asumsi sebagai data. Misalnya, sering kandidat membuat kesimpulan analisis SWOT yang berupa telah memiliki dukungan yang besar dari tokoh-tokoh masyarakat. Pertanyaanya, dari mana kandidat tahu jika bukan asumsi bahwa tokoh-tokoh masyarakat telah mendukungnya. Tidak ada verifikasi atas data yang mengatakan telah didukung oleh tokoh-tokoh masyarakat. Oleh sebab itu, kebanyakan analisis SWOT yang dilakukan kandidat hasilnya bias dan cenderung hanya untuk menguatkan jalan pikirannya.

Survei Pemetaaan Politik : Metode Yang Paling Tepat

Survei sering disebut juga dengan polling atau jajak pendapat. Survei adalah metode penelitian yang dilakukan dengan cara mewawancarai sejumlah orang yang ditujukan untuk menggam barkan secara umum. Dibanding metode pemetaan yang lainya, metode survei adalah metode yang paling tepat. Melalui metode survei, kita bisa menghimpun semua informasi yang dibutuhkan untuk memenangkan Pilkada. Oleh sebab itu, disini kami akan menguraikan metode survei secara lebih lengkap. Di masyarakat survei yang berhubungan dengan Pilkada memiliki banyak istilah seperti Survei Popularitas, 

Survei Pra-pilkada dan Survei Pemetaan Politik. Disini saya lebih merasa pas dengan istilah survei pemetaan politik karena dipandang lebih mewakili dari maksud dan tujuan survei. Istilah Survei popularitas dipandang hanya berusaha mengungkap tentang popularitas calon-calan yang bakal maju dalam Pilkada. Sedangkan istilah Survei Pra-pilkada lebih berkonotasi pada survei yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana persiapan pilkada dilaksanakan. Sedangkan Survei Pemetan Politik lebih mendalam lagi. Survei Pemetaan Politik akan mengungkapkan berbagai hal yang sangat penting yang sangat dibutuhkan oleh kandidat dan tim suksesnya.

Survei Mengungkap Apa Saja

Dalam survei pemetaan politik Pilkada, yang dimaksud bisa menjadi responden adalah penduduk di wilayah tersebut yang memiliki hak pilih. Jadi populasi dari survei adalah pemilih. Hal ini perlu ditegaskan karena tidak semua penduduk adalah pemilih. Misalnya penduduk yang masih berusia 15 tahun adalah bukan pemilih. Dalam perundangan Indonesia, orang yang memiliki hak pilih adalah mereka yang sudah mencapai umur 17 tahun atau sudah menikah. Tidak peduli dia berprofesi sebagai ibu rumah tangga, pembantu rumah tangga atau pengangguran. Namun ada pengecualian untuk TNI dan POLRI karena berdasarkan perundangan mereka tidak ikut memilih dalam politik.  


Output

Output dari survei pemetaan politik adalah sebuah rekomendasi tentang bagaimana cara MEMPERTAHANKAN dan atau MEMPERBESAR tingkat kemungkinan seorang kandidat menang dalam PILKADA.
Fungsi/ Kegunaan
Sejauh ini pihak-pihak yang banyak melakukan survei pemetaan ini adalah partai politik dan kandidat Pilkada. Kegunaan survei pemetaan politik ini sangat banyak baik untuk kandidat maupun untuk partai politik.
Bagi Kandidat:

1.      Posisi Tawar

Hasil survei ini dapat dijadikan alat bukti ilmiah yang kuat bagi kandidat untuk menyakinkan partai politik, penyandang dana dan organisasi politik lainya yang akan mendukungnya.

2.      Memilih Pasangan Yang Paling Tepat

Hasil survei ini dapat digunakan untuk menentukan siapa orang yang paling tepat secara taktis dan strategis untuk dijadikan pendamping. Dengan hasil survei ini, kandidat bisa menganalisa beberapa orang yang memiliki potensi yang besar dan cocok untuk dijadikan pasangan dalam Pilkada.

3.      Efisien Dana Kampanye

Dengan melihat hasil survei ini, kandidat dapat menentukan skala prioritas kampanye sehingga dana yanga ada tidak dihabiskan untuk hal-hal yang tidak produktif

4.      Efektivitas Kampanye

Hasil survei ini juga dapat digunakan untuk menentukan berbagai bentuk kampanye mana yang paling efektif menarik pemilih.
Bagi Partai Politik:

1.      Menentukan Calon

Melalui hasil survei ini, partai politik dapat dengan mudah menentukan siapa tokoh yang paling berpotensi untuk memenangkan pilkada

2.      Mengetahui Peta Politik Lokal

Hasil survei ini juga akan memberikan gambaran yg komprehensif tentang peta politik lokal. Tingkat peluang kemenangan lebih besar serta lebih objektif.