Foto :Google |
TAMBORA INFO.- Pada tanggal 6 Agustus dengan tidak
disangka-sangka jatuhlah bom atom pertama Amerika Serikat atas kota Hirosima
dan pada tanggal 9 Agustus jatuh bom atom yang kedua di kota Nagasaki,
selanjutnya tanggal 15 Agustus Jepang menyerah tanpa syarat, hal mana diketahui
oleh pemuda revolusioner di Jakarta.
Menurut Adam Malik dalam bukunya yang berjudul “Riwayat
Proklamasi”, maka pada saat itu di Jakarta terdapat 4 golongan pemuda
revolusioner yang bergerak secara tersembunyi, yaitu :
1. Golongan Sukarni, termasuk antara
lain Kusnaeni, Adam Malik, Panduwiguna, Maruto Nitimihardjo dan Armunanto
2. Golongan Sjahrir, termasuk
Soedarsono, Hamdani dan Soepeno
3. Golongan Pelajar, termasuk Chairul
Saleh, Soebadio, Eri Soedewo dan Djohar Nur
4. Golongan Kaigun, termasuk
Mr.Subardjo, Sudiro (Mbah) dan Wikana.
Dari empat golongan tadi, terutama golongan Sukarni dan
golongan pelajarlah yang bersikap tegas, sedangkan golongan Sjahrir masih agak
bimbang dan ragu-ragu serta golongan Kaigun masih sikap “maju-mundur”.
Maka pada tanggal 15 Agustus 1945 keempat golongan tersebut
mengadakan rapat gabungan bertempat diruangan belakang gedung Bacteriologis
Laboratorium di Pegangsaan Timur, dimulai jam 8 malam dibawah pimpinan
Chairul Saleh. Rapat memutuskan, supaya Kemerdekaan harus segera
diproklamasikan oleh Bangsa Indonesia sendiri, lepas dari campur tangan bangsa
asing. Wikana dan Darwis ditugaskkan untuk menyampaikan putusan itu kepada
Soekano/Hatta.
Jam 10 malam utusan diterima Bung Karno di Pegangsaan
Timur 56, maka jawaban Bung Karno adalah bahwa penyerahan Jepang itu secara
resmi belum diketahuinya, bahwa Kemerdekaan pasti tercapai karena telah
dijanjikan Jepang dan segala persiapan sudah selesai. Pada saat itu datanglah
Bung Hatta, yang menyatakan sebagai pendapatnya bahwa kita menunggu berita
resmi tentang penyerahan Jepang, dan minta pertimbangan dari Gunseikan dan
Soomubutyo tentang janji Kemerdekaan dari Jenderal Terauchi.
Jam 11.30 utusan dengan tangan hampa meninggalkan Pegangsaan
Timur 56, dan Jam 12 tengah malam memberikan laporannya kepada rapat gabungan
yang dilanjutkan di gedung Tjikini 71 (Cikini). Rapat memutuskan supaya
Soekarno/Hatta dibawa keluar kota, yang pelaksanaanya ditugaskan kepada Chairul
Saleh, Sukarni, Singgih dari Peta, Kunto dan Dr.Muwardi.
Jam 4 pagi Sukarni dan Kunto pergi ke rumah Bung Hatta, yang
dibawanya ke rumah Bung Karno, dimana sudah berkumpul Chairul Saleh, asmoro dan
Dr.Muwardi. Dengan alasan bahwa semangat rakyat dan pemuda demikian meluapnya
sehingga keamanan Bung Karno dan Bung Hatta terancam apabila masih tinggal di
Jakarta, maka jam 4.30 pagi dengan dikawal oleh sebuah mobil escorte dari
Peta berangkatlah Bung Karno beserta istri dan Guntur dalam satu mobil, dan
Bung Hatta, Sukarni dan Kunto dalam mobil kedua menuju Rengasdengklok.
Ternyata bahwa Soekarno/Hatta masih tetap bimbang untuk
melakukan Proklamasi karena belum ada berita resmi tentang penyerahan Jepang.
Maka diutuslah unto kembali ke Jakarta untuk mendapatkan berita resmi itu. Jam
4 sore tanggal 16 Agustus Kunto tiba kembali di Rengasdengklok dengan membawa
Subardjo SH dan Sudiro (Mbah). Mereka menegaskan bahwa benar Jepang sudah
menyerah kalah, atas penegasan nama Dwitunggal sanggup melakukan Proklamasi,
akan tetapi harus dilakukan di Jakarta. Mula-mula Sukarni keberatan, namun
setelah Subardjo SH menjamin keamanan Dwitunggal dirumah Laksamana Muda Maeda
di Oranje Boulevard (Jalan Diponegoro), maka jam 10 malam semua berangkat
kembali ke Jakarta. Jam 12 tengah malam tiba dirumah Maeda, dimana sudah
berkumpul Diah, Semaun Bakri, Sajuti Melik dan Iwa Kusuma Sumatri. Kemudian
menyusul juga Chairul Saleh.
Sukarni mengajukan naskah proklamasi yang berbunyi :
“Dengan ini rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaannya.
Segala badan Pemerintahan yanga ada harus direbut oleh rakyat dari orang-orang
asing yang masih mempertahankannya”
Dwitunggal menolak naskah itu, karena dengan redaksi itu
Jepang pasti menghantam rakyat habis-habisan. Akhirnya dapat disetujui naskah
Proklamasi yang ditanda tangani Soekarno-Hatta pada jam 2 malam di rumah
Laksamana Muda Maeda di Jalan Diponegoro dan akan diucapkan oleh Bung Karno
pada esok harinya di Pegangsaan Timur 56.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 telah banyak yang berkumpul
dihalaman rumah kediaman Bung Karno dengan Bung Hatta disampingnya mengucapkan
Proklamasi Kemerdekaan. diserta dengan pidato singkat sebagai berikut :
“Saudara-saudara sekalian!
Saya telah meminta saudara-saudara hadir disini untuk menyaksikan satu peristiwa maha penting dalam sejarah kita. Berpuluh-puluh tahun kita bangsa Indonesia telah berjuang untuk kemerdekaan tanah air kita. Bahkan telah beratus-ratus tahun.
Gelombangnya aksi kita untuk mencapai kemerdekaan kita itu
ada naiknya dan turunya, tetapi jiwa kita tetap menuju arah cita-cita.
Juga didalam jaman Jepang, usaha kita untuk mencapai
kemerdekaan nasional tidak berhenti-henti. Didalam jaman Jepang ini, tampaknya
saja kita menyandarkan diri kepada mereka. Tetapi pada hakekatnya, tetap kita
menyusun tenaga kita sendiri, tetap kita percaya pada kekuatan sendiri.
Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil nasib
bangsa dan nasib tanah air didalam tangan kita sendiri. Hanya bangsa yang
berani mengambil nasib dalam tangan sendiri, akan dapat berdiri dengan
kekuatannya.
Maka kami, tadi malam telah mengadakan musyawarat dengan
pemuka-pemuka rakyat Indonesia, dari seluruh Indonesia. Permusyawaratan itu
seia sekata berpendapat, bahwa sekaranglah datang saatnya untuk menyatakan
kemerdekaan kita.
Saudara-saudara dengan ini kami nyatakan kebulatan tekad
itu.
“Demikianlah Saudara-saudara!
Kita sekarang telah merdeka!
Tidak ada satu ikatan yang mengikat tanah air kita dan bangsa kita!
Mulai saat ini kita menyusun Negara ita! Negara Merdeka!
Negara Republik Indonesia, _ merdeka kekal dan abadi
Insya Allah, Tuhan memberkati kemerdekaan kita itu.
Kita sekarang telah merdeka!
Tidak ada satu ikatan yang mengikat tanah air kita dan bangsa kita!
Mulai saat ini kita menyusun Negara ita! Negara Merdeka!
Negara Republik Indonesia, _ merdeka kekal dan abadi
Insya Allah, Tuhan memberkati kemerdekaan kita itu.
Sumber : Sedjarah Revolusi Nasional Indonesia; Tahapan
Revolusi Bersendjata 1945-1950 oleh Drs.Sutanto Tirtoprodjo SH, PEM Books,
Jakarta,1966
Tulisan berhubungan :
0 Comments