H. Abdul Hamid H. Usman
Cawabup dari jalur independen,


Senyumnya mengembang, tutur katanya terukur dan tersusun penuh dengan kesantunan. Itulah sekilas sosok H. Abdul Hamid H. Usman pria kelahiran Sape Sangia tahun 1955 bauh cinta pasangan H. Usman dengan Hj. Habibah ini sosok yang ulet dan pekerja keras.



"Lahir dan dibesarkan dilingkunga keluarga petani dan nelayan membuatnya tergerak melakukan perubahan. Pengalaman masa kecil hidup serga kekurangan, membuatnya tergerak untuk berbuat sesuatu buat Bima. Maju bersama menjadi wakil dari Khayir menuju kursi Bupati Bima adalah sebuah pengabdian dan panggilan jiwa."


Lahir dan besar di lingkungan keluarga petani menjadikan Hamid telah terbiasa dan sangat memahami suka duka dan pahit getir kehidupan petani. Semasa kecilnya, hari-harinya dihabiskan di sawah dan ladang. Letak petak sawah keluarga yang dekat dengan laut juga menjadikannya akrab dengan kehidupan nelayan. Desa Sangia, tempat kelahirannya, yang secara geografis memiliki laut membuatnya kerap menghabiskan waktu sekedar mencari kerang dan ikan-ikan kecil untuk dibakar bersama dengan teman-teman dan dibawa pulang. Latar belakang inilah yang sangat berpengaruh terhadap jalan hidupnya ke depan bahwa untuk mengangkat harkat dan kesejahteraan petani dan nelayan, baginya yang terbaik adalah melalui pendidikan. Baginya, sumber daya alam yang kaya hasil karunia Tuhan harus dikelola dengan lebih baik sehingga memiliki daya saing ekonomi. Dan satu-satunya cara melakukan itu adalah melalui peningkatan kemampuan dan kompetensi putra-putri petani dan nelayan dalam mengelola hasil alam.
 
Sosok yang dulu sering berlari tanpa alas kaki dan terkadang bertelanjang dada itu kini menjelma menjadi sosok yang mulai menghiasi halaman hampir setiap media di “Dana Mbojo”. “Hidup adalah pengabdian dan kita harus menjadi pelayan yang baik karena itu amanah sekaligus anugerah Tuhan,” ujarnya.

Lahir ditengah keluarga besar dengan tujuh bersaudara, membentuk pribadi Hamid menjadi orang yang berkemauan keras dalam mengarungi kehidupan. Iya memang menjadi tuntutan hidup keluarga H. Usman, karena sang ayah harus pintar membagi kasih dan sayang kepada semua anaknya. Semboyan orang tua umunya “Dou Mbojo” makan gak makan orang tua dikampung yang penting anaknya sekolah dan menyandang gelar sarjana. Dan itulah yang ditanamkan oleh kedua orang tuanya kepada semua anak-anaknya termasuk kepada Hamid.

Dia masih ingat sewaktu kecilnya hanya makan dengan ikan asin, dan sambal tomat, timun dan bawang merah. Bahkan terkadang hanya dengan ikan asin dan air asam “Oi mange”. Tapi itu jalan hidup, dengan kesederhanaan itulah amat ditanamkan oleh kedua orangtuanya dalam mendidik anak-anaknya. Sang Bapak menyadari bahwa dia tidak bisa mewriskan harta kepada anak-anaknya melainkan hanya pendidikan dan ilmu pengetahuan dan amal serta berakhlak mulia. Pendidikan SD dan SMP praktis ditempuh dikampung halaman sendiri, baru selepas SMP melanjutkan pendidikan ke SPG (Sekolah Pendidikan Guru) dan satu-satunya SPG saat itu adalah SPG Negeri adalah di Kota Bima.

Praktis disinilah Hamid mulai merasakan hidup merantau jauh dengan orang tua, dan pulang kadang hanya sekali dalam dua minggu dan bahkan sebulan sekali, untuk sekedar mengambil beras, ikan dan bahkan kayu bakar ditambah sedikit uang saku buat belanja. Hidup di kota Bima kala itu memang tidak sama dengan sekarang. Biasanya anak-anak sekolah hanya mondok (numpang) tinggal di rumah-rumah family atau keluarga dan kerabat.

Setamat SPG pada tahun 1974, Hamid langsung mengabdikan diri sebagai guru di Desa Mujur, Lombok Tengah. Ditugaskan mengabdi jauh dari kampung halaman tidak menjadikannya melupakan prinsip awalnya bahwa pendidikan di kampungnya sendiri butuh tenaga dan pikiran. Oleh karenanya, setelah bertahun-tahun mengabdi di rantauan, Hamid kemudian mengajukan permohonan untuk pindah ke kampungnya. Setelah disetujui pindah  dari Lombok ke Bima juga ternyata menyimpan cerita dan kenangan tersendiri yang semakin memacu semangatnya mengabdi ikut mencerdaskan kehidupan masyarakat.

Setelah dari Lombok, Hamid ditempatkan di SDN Lambu Kecamatan Sape (sekarang Kecamatan
KHAYIR-HAMID ketika menghadiri pembukaan MTQ Tingkat Kapubaten Bima di Sape Bima.
Lambu), desa yang pada masa itu sangat jauh bahkan satu-satunya akses ke desa ini adalah melalui kapal motor. Karena kondisi geografisnya yang sulit dijangkau, praktis distribusi bahan makanan dan air bersih juga mengalami banyak hambatan. Bertahun-tahun mengajar di tempat ini menjadikannya semakin sadar bahwa perlu upaya bersama membangun kampung halamannya. Komitmennya membangun sekolah dan masyarakat menjadi kenangan tersendiri bagi murid-muridnya, hingga kini silaturahmi masih tetap terjalin dan desa yang hingga kini masih tetap sulit dijangkau ini adalah salah satu potret dari banyak tempat di Bima yang harus dan masih perlu dibangun.

Hamid, sebagaimana biasa disapa, hampir sepanjang karirnya dihabiskan di dunia pendidikan. Dalam mendidik keluarga, Hamid menanamkan prinsip kepada putra-putrinya bahwa pendidikan adalah kunci dalam mengarungi kehidupan. Bahkan tidak saja untuk putra-putrinya yang telah dan sedang menempuh program sarjana, Hamid sendiri telah menempuh studi magister dan berhasil mendapatkan gelar Magister Sains.

Pengalaman masa kecil dan getirnya kehidupan masa lalu, membuatnya bertekad melakukan perubahan, dan perbaikan kehidupan masyarakat petani dan nelayan. Labih-lebih dimasa tauanya setelah menyelesaikan pengabdiannya sebagai pegawai negeri (PNS). Hamid memang tidak sendiri, sosok yang tak boleh dikesmpingkan adalah peran sang istri Syamsiah H. Arsyad, S.Pd yang telah mendampinginya selama ini.
Pasangan yang dikarunia 7 (tujuh) orang anak ini terbilang keluarga yang sukses mendidik anak-anaknya. Terbukti ketujuh anaknya kini telah sukses meraih gelar sarjana dari berbagai disiplin ilmu. Ada yang Staf Ahli DPR-RI, Pegawai DKP Kec. Sape, Pegawai Dinas Kehutanan Kab Bima, PKM Sape, FK UI dan yang terakhir mahasiswa. Semangat mendidik yang ditanamkan oleh orang tuanya dulu kini menurun kepadanya. Sama-sama terlahir dari latarbelakang pendidikan menjadi pasangan Hamid dan Syamsiah tak terlalu sulit mendidik tujuh anaknya. Penarapannya di rumah teorinya disekolah menjadi sisi menarik dalam keluarga ini.

Syamsiah kini juga sudah berada dipuncak karier, dipercaya menjadi kepala SD dengan golongan IV/a merupakan pencapaian yang cukup membanggakan bagi keluarga, suami dan anak-anaknya. Dengan pengalaman dan pencapaianya selama ini Hamid yakin dengan berpasangan dengan Abdul Khayir sebagai Bupati dan dia sebagai Wakilnya dengan jargon KH “Kuda Hitam”: yang tak pernah diperhitungan banyak orang akan membuat kejutan dalam Pemilukada Kabupaten Bima Desember mendatang.

Dalam skala yang lebih luas, kita mampu membangun Kabupaten Bima menuju ke arah yang lebih baik dan menjadikan daerah ini lebih berdaya saing apabila keyakinan, kreatifitas, dan kerja sama dapat dikedepankan. Buktinya dengan dukungan KTP warga akan menjadi modal dasar menuju EA-1-B. ****