Ilustrasi |
Di dalam
kitab “Al-Asror Rabbaniyyah wal Fuyudhatur Rahmaniyyah” karya Syeikh Ahmad
Shawi Al-Maliki halaman 5 diterangkan yang artinya sebagai berikut: Telah
berkata guru dari guru-guru kami, Sayyid Mushtofa Al-Bakri: Telah berkata
Al-’Ala’i di dalam kitab tafsirnya bahwa sesungguhnya Nabi Khidir as
dan Nabi Ilyas as hidup kekal sampai hari kiamat.
Nabi Khidir as berkeliling di sekitar lautan sambil
memberi petunjuk kepada orang-orang yang tersesat di lautan. Sedangkan, Nabi
Ilyas berkeliling di sekitar gunung-gunung sambil memberi petunjuk kepada
orang-orang yang tersesat di gunung-gunung. Inilah kebiasaan mereka di waktu
siang hari.
Sedangkan di waktu malam hari mereka berkumpul di
bukit Ya’juj wa Ma’luj (يأجوج و مأجوج) sambil mereka menjaganya. Dan
diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra bahwa Nabi Khidir dan Nabi Ilyas berjumpa pada
tiap-tiap tahun di Mina (Saudi Arabia). Mereka saling mencukur rambutnya secara
bergantian. Kemudian mereka berpisah dengan mengucapkan kalimat:
بسم الله ما شاء الله لا يسوق الخير
الا الله بسم الله ما شاء الله لا يصرف السو ء الا الله بسم الله ما شاء الله ما
كان من نعمة فمن الله بسم الله ما شاء الله لا حول و لا قوة الا بالله
Maka barangsiapa mengucapkan kalimat-kalimat ini pada
waktu pagi dan sore hari, maka ia akan aman dari tenggelam, kebakaran,
pencurian, syaitan, sultan, ular, dan kalajengking.
Dan telah dikeluarkan oleh Ibnu ‘Asakir bahwa
sesungguhnya Nabi Khidir dan Nabi Ilyas itu berpuasa Ramadhan di Baitul Maqdis
(Palestina) dan mereka melakukan ibadah haji pada tiap-tiap tahun. Mereka minum
air zamzam dengan sekali tegukan, yang mencukupkan mereka seperti minuman dari
Kabil.
Sebagian ulama menceritakan bahwa sesungguhnya Nabi
Khidir itu putera Nabi Adam as yang diciptakan dari tulang iganya. Menurut
segelintir kecil ulama lagi beliau putera Halqiya. Ada yang mengatakan putera
Kabil bin Adam. Adapula yang mengatakan beliau itu cucunya Nabi Harun as, yaitu
putera bibinya Iskandar Dzul Qarnain. Dan Perdana Menterinya benar-benar aneh
mengatakan bahwa Nabi Khidir itu dari golongan malaikat. Sedangkan, menurut
pendapat ulama yang paling shohih adalah bahwa Khidir itu adalah seorang Nabi.
Menurut ulama jumhur beliau itu masih hidup dan beliau tidak akan pernah
meninggal terkecuali pada hari kiamat apabila Al-Qur’an telah diangkat dan
Dajjal telah membunuhnya. Kemudian, Allah menghidupkannya kembali.
Sesungguhnya, beliau itu masa hidupnya panjang sekali. Karena, beliau meminum
air kehidupan. Al-Qirani”.
Nggak ada siapa yang bisa mengenali siapakah itu Nabi Khidir AS, melaenkan kepada mereka yg Allah Azzawajalla izinkan. Nabi Musa AS yang berdarjat seorang Nabi lagi Rasul, lagi bergelar Kalamullah ada kitab Taurat, lagi ada Mukjizat Tongkat Sakti pembelah lautan, itu pun nggak kenal siapa itu Nabi Khidir AS. Nabi Musa AS nggak bisa sabar berguru menuruti perjalanan Nabi Khidir AS yg penuh hikmah lagi banyak mencarik adat itu. Nabi Musa AS koq banyak bertanya menggunakan akal syariatnya sebab itu terputus pengenalannya dan perguruannya dgn itu Nabi Khidir AS sebelum cukup edahnya.
Kata Sang
Raja Wali pula : Begitu juga kisahnya seorang yg mengaku Nasab Ahlul Bait, pada
sangkaannya dia sudah cukup syarat2nya sebagai Imam Mahdi, maka dia mengakui
dirinya itulah Imam Mahdi Al-Muntazar. Lalu beliau diuji oleh Nabi Khidir AS,
namun Imam Mahdi Al-Muntazar itu pun nggak kenal siapa itu Nabi Khidir AS.
Wallahu’alam….
Maka keberadaannya itu Nabi Khidir AS ada kalanya pada Hadrat2 tertentu ianya bersifat Kedirian (Subjektif), gambarannya seperti kisahnya dgn Nabi Musa AS itu. Begitu juga mereka yg mengalami pelbagai2 wajah pengalaman peribadi secara berguru dgn itu Nabi Khidir AS dalam menyelami Alam Keruhanian lagi penuh mistik itu. Kerana ada kalanya ianya dikatakan ada dimana2 tempat dlm satu masa. Untuk mentafsirkan siapakah itu Nabi Khidir AS tersangat rumit. Agaknya seperti itu Ruh yg nggak tertakluk pada masa tempat dan ruang, koq…??? Wallahu’alam…
Ada kalanya
juga keberadaannya itu Nabi Khidir AS pada sesuatu Hadrat ianya bersifat Khusus
dalam Kesemestaan. Seperti Alam Kewalian sebagai Wali Wakil Allah mentadbir
Alam Semesta Raya ini. Maka kehadiran dan wataknya bersesuaian dgn tugas2
Semesta Imam Mahdi Sejati yg paling berat sebagai Wali Qutubul Alam di Akhir
Zaman ini. Dimana beban2 dunia semesta sejak dari zaman silam hingga keAkhir
Zaman ini tertanggung diatas bahunya. Kata Sang Raja Wali lagi : Ada pun makna
Mahdi itu yg diberi petunjuk, dibimbing dan sentiasa terpelihara. Maka Imam
Mahdi “Is The Guided Man”. Maka pada Hadrat2 tertentu itu “Imam Mahdi Is Guided
By Khidir….”
Persoalannya : Apakah Nabi Khidir AS itu maseh hidup ato telah wafat? Jawapannya terpulanglah pada keimanan, kefahaman dan aliran masing2. Kalo dihamparan lautan BahrulWujud itu Nabi Musa As mencari itu “Hamba Allah Yg Beriman” itu dipertemuan dua lautan. Maka diAlam Kedirian bagi kita pula dimana pula, ya…??? Koq dibuat cobaan manalah tahu koq2 bisa ketemu itu Khidir dipertemuan “Kiri” dan “Kanan”…
Nabi Khidir
a.s. adalah nabi yang amat misterius. Pelajarannya pun sangat misterius.
Demikian pula cara berdakwahnya yang berbeda dengan cara berdakwah nabi-nabi
yang lain. Hal-hal misterius juga terjadi pada orang-orang yang berupaya
bertemu dengannya. Oleh karena itu, tidak aneh bila orang yang menerima
pelajarannya pun terkadang menjadi bingung.
Pelajaran
Nabi Khidir a.s. berupa ilmu hakikat. Bentuk pelajarannya adalah ijmak dan
kias. Makna pelajarannya sangat dalam. Hal yang menjadikan pelajarannya
misterius adalah cara penyampaiannya yang terkesan aneh dan seakan-akan tidak
pada tempatnya. Oleh sebab itulah, terkadang pelajarannya justru tidak disadari
oleh orang yang belajar kepadanya. Memang pelajaran Nabi Khidir a.s. ditujukan
bagi khaas dan khawas. Hanya kepada orang-orang
yang mampu menerimanya Nabi Khidir a.s. memberikan pelajarannya. Seandainya
kita dapat mengikuti pelajarannya, kita hanya dapat mengikuti sebagian kecil
saja diantaranya. Itu pun setelah kita mulai mempelajarinya dengan kepasrahan
total.
Nabi Khidir
a.s. menyampaikan pelajarannya melalui perbuatan isyarat dan kias. Dalam
mempelajarinya diperlukan pemikiran yang lebih dalam dan penelaahan yang serius
melalui pencermatan dan perenungan terhadap pelajaran itu. Orang-orang yang
belum mencapai kelas Nabi Khidir a.s. pasti menolak pelajaran yang diberikan olehnya.
Dan itulah yang sempat dilakukan oleh Nabi Musa a.s. Beliau menolak pelajaran
Nabi Khidir beberapa kali karena bertentangan dengan isi hati nuraninya.
Saking tidak
enaknya Nabi Musa karena terus-menerus kecele dan salah
tafsir, akhirnya ia berkata “Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu
sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu,
sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku.” {QS. 18:76}.
Namun rupanya lagi-lagi Nabi Musa melakukan kesalahan serupa, sehingga Nabi
Khidir pun berkata: “Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; kelak
akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat
sabar terhadapnya.” {QS. 18:78}. Maka diberitahulah Nabi Musa oleh
Nabi Khidir mengapa tadi sampai ia berbuat demikian {QS. 18:79-82}.
Ketika
hendak berpisah, Nabi Musa a.s. meminta agar Nabi Khidir a.s. memberikannya
wasiat. Nabi Khidir memenuhi permintaan Nabi Musa ini [Permintaan wasiat ini
beberapa diantaranya dikisahkan dalam kitab Al-Bidayah Wan Nihayah juz
1 (hlm. 329) dan Ihya’ Ulumuddin juz IV (hlm. 56)].
Berikut
beberapa isi wasiatnya:
1.
Jadikanlah pakaianmu itu bersumber dari zikir yang berbuah fakir. Perbanyaklah
amal kebajikan. Terimalah ilmu yang tidak disampaikan dengan pembicaraan. Suatu
hari nanti kamu tidak bisa mengelak dari kesalahan karena akalmu melanggar
larangan-Nya. Oleh karena itu, pintalah ridha Allah swt.
2. Janganlah
selalu menyalahkan orang lain, jangan suka berdebat tentang hal-hal yang tidak
perlu, sampaikan ilmumu kepada orang lain yang berhak menerima dengan ikhlas,
dan pelajari ilmu-ilmu yang belum kamu pahami.
3.
Kurangilah usaha duniawi. Terbukalah kepada siapa saja secara lahir dan batin.
Bersikaplah arif kepada semua makhluk terutama manusia, karena sifat arif
menjadi rahmat bagi alam semesta. Apabila datang orang bodoh mencacimu,
hadapilah ia dengan penuh kedewasaan serta keteguhan hati.
4. Tahanlah
hawa nafsumu dengan mendekatkan diri kepada-Nya. Bersikaplah sabar dalam
menerima semua ketentuan dari-Nya. Berantaslah kejahilan serta perbanyaklah
bersyukur kepada Allah swt.
5. Hiasi wajahmu dengan keceriaan,
hiasi kalbumu dengan keikhlasan, dan hiasi jiwamu dengan ketabahan serta
kepasrahan.
Berikut Kisahnya
Pada zaman dahulu hiduplah seorang
hamba Allah SWT yang melebihkan kepada dirinya dengan menjadi seorang raja.
Dialah Raja Iskandar Zulkarnaen, yang namanya telah tersebut dalam Al Qur'an.
Pada tahun 322 SM, Raja Iskandar Zulkarnaen berniat mengadakan perjalanan untuk mengelilingi bumi dan Allah SWT mewakilkan salah satu malaikatnya yang bernama Rofa'il untuk menyertainya dalam perjalanan panjang itu.
Dialog Malaikat dan Raja Iskandar Zulkarnaen.
Karena ditemani oleh seorang malaikat, Raja Zulkarnaen banyak mengajukan pertanyaan seputar dunia dan akhirat serta isinya. Salah satu pertanyaan yang paling terkenal adalah tentang ibadah para malaikat di langit.
Pada tahun 322 SM, Raja Iskandar Zulkarnaen berniat mengadakan perjalanan untuk mengelilingi bumi dan Allah SWT mewakilkan salah satu malaikatnya yang bernama Rofa'il untuk menyertainya dalam perjalanan panjang itu.
Dialog Malaikat dan Raja Iskandar Zulkarnaen.
Karena ditemani oleh seorang malaikat, Raja Zulkarnaen banyak mengajukan pertanyaan seputar dunia dan akhirat serta isinya. Salah satu pertanyaan yang paling terkenal adalah tentang ibadah para malaikat di langit.
"Wahai Malaikat Rofa'il,
ceritakanlah kepadaku tentang ibadahnya para malaikat yang ada di langit,"
tanya Raja Zulkarnaen.
"Para malaikat yang ada di
langit ibadahnya ada yang berdiri tidak mengangkat kepala selama-lamanya, ada
juga yang bersujud tidak mengangkat kepala selama-lamanya, ada pula yang rukuk
tidak mengangkat kepala selama-lamanya," jawab Malaikat Rofa'il.
"Duh, alangkah senangnya hati ini seandainya aku bisa hidup bertahun-tahun lamanya untuk beribadah kepada Allah SWT," kata Raja Zulkarnaen.
"Duh, alangkah senangnya hati ini seandainya aku bisa hidup bertahun-tahun lamanya untuk beribadah kepada Allah SWT," kata Raja Zulkarnaen.
"Wahai raja, sesungguhnya Allah
SWT telah menciptakan sumber air di bumi. Namanya Ainul Hayat, artinya sumber
air hidup. Maka barang siapa yang meminum airnya seteguk, maka ia tidak akan
mati sampai hari kiamat atau jika ia memohon kepada Allah SWT untuk
dimatikan," kata Malaikat Rofa'il.
"Apakah engkau tahu tempat Ainul Hayat itu wahai Malaikat Rofa'il?" tanya raja.
"Sesungguhnya Ainul Hayat itu berada di bumi yang gelap," jawab Malaikat Rofail.
Setelah Raja Zulkarnaen mendengar penuturan malaikat Rofa'il tentang Ainul Hayat itu, maka raja segera mengumpulkan para alim ulama pada saat itu. Sebelumnya, raja bertanya kepada mereka tentang letak Ainul Hayat, tapi mereka semua menjawab tidak tahu.
"Apakah engkau tahu tempat Ainul Hayat itu wahai Malaikat Rofa'il?" tanya raja.
"Sesungguhnya Ainul Hayat itu berada di bumi yang gelap," jawab Malaikat Rofail.
Setelah Raja Zulkarnaen mendengar penuturan malaikat Rofa'il tentang Ainul Hayat itu, maka raja segera mengumpulkan para alim ulama pada saat itu. Sebelumnya, raja bertanya kepada mereka tentang letak Ainul Hayat, tapi mereka semua menjawab tidak tahu.
"Wahai para alim ulama, tahukah
kalian dimanakah letak Ainul Hayat itu?" tanya raja.
"Kami tidak mengetahuinya wahai baginda, hanya Allah SWT yang Maha Mengetahui," jawab salah seorang ulama.
Di luar dugaan, dari pertanyaan Raja Zulkarnaen tersebut, ada salah seorang ulama yang mampu menjawab meski tidak sedetail letaknya.
"Sesungguhnya aku pernah membaca di dalam wasiat Nabi Adam as bahwa beliau berkata bahwa sesungguhnya Allah SWT meletakkan Ainul Hayat itu di bumi yang gelap," kata ulama itu.
"Dimanakah bumi yang gelap itu?" tanya raja.
"Yaitu di tempat terbitnya matahari," jawab orang alim ulama itu.
Kemudian Raja Zulkarnaen menyuruh para pengawalnya untuk menyiapkan segala keperluan untuk mencari dan mendatangi tempat Ainul Hayat itu.
"Kuda apa yang sangat tajam penglihatannya di waktu gelap?" tanya raja.
"Kuda betina yang masih perawan," jawab para sahabatnya.
Akhirnya raja mengumpulkan seribu kuda betina yang masih perawan dan ia memilih diantara 6 ribu tentaranya yang pandai serta ahli dalam mencambuk. Di antara para tentara itu, ada yang bernama Nabi Khidir as, bahkan beliau menjabat sebagai perdana menteri kala itu.
Perjalanan Mencari Ainul Hayat.
"Kami tidak mengetahuinya wahai baginda, hanya Allah SWT yang Maha Mengetahui," jawab salah seorang ulama.
Di luar dugaan, dari pertanyaan Raja Zulkarnaen tersebut, ada salah seorang ulama yang mampu menjawab meski tidak sedetail letaknya.
"Sesungguhnya aku pernah membaca di dalam wasiat Nabi Adam as bahwa beliau berkata bahwa sesungguhnya Allah SWT meletakkan Ainul Hayat itu di bumi yang gelap," kata ulama itu.
"Dimanakah bumi yang gelap itu?" tanya raja.
"Yaitu di tempat terbitnya matahari," jawab orang alim ulama itu.
Kemudian Raja Zulkarnaen menyuruh para pengawalnya untuk menyiapkan segala keperluan untuk mencari dan mendatangi tempat Ainul Hayat itu.
"Kuda apa yang sangat tajam penglihatannya di waktu gelap?" tanya raja.
"Kuda betina yang masih perawan," jawab para sahabatnya.
Akhirnya raja mengumpulkan seribu kuda betina yang masih perawan dan ia memilih diantara 6 ribu tentaranya yang pandai serta ahli dalam mencambuk. Di antara para tentara itu, ada yang bernama Nabi Khidir as, bahkan beliau menjabat sebagai perdana menteri kala itu.
Perjalanan Mencari Ainul Hayat.
Setelah dirasa semua cukup dan siap,
maka berangkatlah Raja Zulkarnaen dan Nabi Khidir as yang ebrjalan di depan
pasukan. Setelah sekian lama mencari, akhirnya mereka mengetahui tempat terbitnya
matahari.
Mereka pun menuju arah terbitnya matahari tersebut.
Mereka pun menuju arah terbitnya matahari tersebut.
Perjalanan ke
temnpat tujuan tersebut memakan waktu 12 tahun lamanya untuk sampai di bumi
yang gelap itu. Gelapnya bukanlah seperti di waktu malam hari, melainkan gelap
karena ada pancaran seperti asap.
Raja Zulkarnaen sudah tak sabar lagi hendak masuk ke tempat gelap itu, namun salah seorang cendikiawan mencegahnya. Para tentara berkata kepada raja,
"Wahai Baginda, sesungguhnya raja-raja yang terdahulu tidak ada yang masuk ke tempat gelap ini, karena tempat yang gelap ini berbahaya."
"Wahai prajurit, kita harus memasukinya, tidak boleh tidak," sanggah sang raja.
Karena raja bersikeras hendak masuk, maka tak ada seorang pun yang berani melarangnya.
"Diamlah dan tunggulah kalian di sini selama 12 tahun. Jika aku bisa datang kepada kalian dalam masa itu, maka kedatanganku terhadap kalian termasuk baik. Dan jika aku tidak datang dalam 12 tahun, maka pulanglah kalian kemabli ke negeri kalian," ujar sang raja.
Setelah itu raja mendekat dan bertanya kepada malaikat Rofa'il,
"Apabila kita melewati tempat gelap ini, apakah kita dapat melihat kawan-kawan kita?"
"Tidak bisa kelihatan<" jawab Malaikat Rofa'il.
Raja Zulkarnaen sudah tak sabar lagi hendak masuk ke tempat gelap itu, namun salah seorang cendikiawan mencegahnya. Para tentara berkata kepada raja,
"Wahai Baginda, sesungguhnya raja-raja yang terdahulu tidak ada yang masuk ke tempat gelap ini, karena tempat yang gelap ini berbahaya."
"Wahai prajurit, kita harus memasukinya, tidak boleh tidak," sanggah sang raja.
Karena raja bersikeras hendak masuk, maka tak ada seorang pun yang berani melarangnya.
"Diamlah dan tunggulah kalian di sini selama 12 tahun. Jika aku bisa datang kepada kalian dalam masa itu, maka kedatanganku terhadap kalian termasuk baik. Dan jika aku tidak datang dalam 12 tahun, maka pulanglah kalian kemabli ke negeri kalian," ujar sang raja.
Setelah itu raja mendekat dan bertanya kepada malaikat Rofa'il,
"Apabila kita melewati tempat gelap ini, apakah kita dapat melihat kawan-kawan kita?"
"Tidak bisa kelihatan<" jawab Malaikat Rofa'il.
"Akan tetapi aku memberimu
sebuah merjan atau mutiara. Jika mutiara itu ke atas bumi, maka mutiara itu
dapat emnjerit dengan suara yang keras, dengan demikian kawan-kawan kalian yang
tersesat jalan dapat kembali kepada kalian," jelas Malaikat Rofa'il lebih
lanjut.
Masuk ke Ainul Hayat.
Masuk ke Ainul Hayat.
Demikianlah, akhirnya Raja Iskandar
Zulkarnaen masuk ke tempat yang gelap itu. Selama 18 hari lamanya tidak pernah
melihat matahari dan bulan, tidak pernah melihat malam maupun siang. Tidak
pernah melihat burung dan binatang liar, sedangkan raja berjalan dengan
didampingi Nabi Khidir as.
Pada saat mereka berjalan, maka ALlah SWT memberi wahyu kepada Nabi Khidir as.
"Bahwa sesungguhnya Ainul Hayat itu berada di sebelah kanan jurang dan Ainul Hayat ini Aku khususkan untuk kamu."
Setelah Nabi Khidir as menerima wahyu itu, beliau berkata kepada sahabat-sahabatnya,
"Berhentilah kalian di tempat masing-masing dan jangan kalian emninggalkan tempat kalian sebelum aku datang kepada kalian."
Kemudian Nabi Khidir as menuju kanan jurang hingga beliau menemukan Ainul Hayat itu. Beliau turun dari kudanya, melepaskan pakaiannya dan turun ke Ainul Ahaya tersebut. Beliau mandi dan minum air sumber hidup tersebut dan beliau merasakan bahwa airnya lebih manis daripafda madu.
Sesudah mandi dan minum air tersebut, beliau keluar dari tempat itu kemudian menemui Raja Iskandar Zulkarnaen. Raja tidak mengetahui apa yang telah terjadi atas diri Nabi Khidir as.
Wallahu A'lam
Pada saat mereka berjalan, maka ALlah SWT memberi wahyu kepada Nabi Khidir as.
"Bahwa sesungguhnya Ainul Hayat itu berada di sebelah kanan jurang dan Ainul Hayat ini Aku khususkan untuk kamu."
Setelah Nabi Khidir as menerima wahyu itu, beliau berkata kepada sahabat-sahabatnya,
"Berhentilah kalian di tempat masing-masing dan jangan kalian emninggalkan tempat kalian sebelum aku datang kepada kalian."
Kemudian Nabi Khidir as menuju kanan jurang hingga beliau menemukan Ainul Hayat itu. Beliau turun dari kudanya, melepaskan pakaiannya dan turun ke Ainul Ahaya tersebut. Beliau mandi dan minum air sumber hidup tersebut dan beliau merasakan bahwa airnya lebih manis daripafda madu.
Sesudah mandi dan minum air tersebut, beliau keluar dari tempat itu kemudian menemui Raja Iskandar Zulkarnaen. Raja tidak mengetahui apa yang telah terjadi atas diri Nabi Khidir as.
Wallahu A'lam
Mereka adalah
golongan yang dikhususkan oleh Allah swt. 2 Nabi Ada dibumi yaitu Nabi Khidir
A.s. & Nabi Ilyas A.s. Ditempatkan di bagian bumi yang khusus yang Allah
Yang Maha Tahu yang mengetahui tempat itu 2 Nabi ada di langit yaitu Nabi Isa
A.s. & nabi Idris A.s. Ditempatkan di bagian langit yang khusus yang Allah
Yang Maha Tahu yang mengetahui tempat itu. Untuk menjelaskan hal ini, kami
jelaskan 5 peringkat hayah (kehidupan) Satu pandangan Bediuzzaman Said Nursi di
dalam Maktubat, Al- Maktub Al-Awwal, dari koleksi Rasail Al-Nur. Nursi menjawab
satu soalan… Apakah Sayyidina Khidir masih hidup..? Nursi menjawab ya…karena
'Hayah' itu 5 peringkat. Nabi Khidir A.s di peringkat kedua.
Lima Peringkat itu ialah:
1. Kehidupan kita sekarang yang
banyak terikat pada masa dan tempat.
2. Kehidupan Sayyidina Khidir A.s
& Sayyidina Ilyas A.s. Mereka mempunyai sedikit kebebasan dari ikatan
seperti kita. Mereka boleh berada di banyak tempat dalam satu masa. boleh makan
dan minum bila mereka mau. Para Aulia' dan ahli Kasyaf telah meriwayatkan
secara Mutawatir akan wujudnya 'Hayah' di peringkat ini. Sehingga di dalam
maqam 'Walayah' ada dinamakan maqam Khidir.
3. Peringkat ketiga ini seperti
kehidupan Nabi Idris A.s & Nabi Isa A.s . Nursi kata, peringkat ini
kehidupan nurani yang menghampiri hayah malaikat.
4. Peringkat ini pula…ialah
kehidupan para Syuhada'. Mereka tidak mati, tetapi mereka hidup seperti disebut
dalam Al- Qur'an. Ustadz Nursi sendiri pernah Musyahadah peringkat kehidupan
ini.
5. Dan yang tingkat Hayah ini atau
kehidupan rohani sekalian ahli kubur yang meninggal Wallahhua'lam. Subhanaka La
'Ilma Lana Innaka Antal 'Alimul Hakim.
Berikut ini kami nukilkan kisahnya :
1. Nabi KHIDIR A.s.
Bukhari, Ibn Al-Mandah, Abu Bakar
Al-Arabi, Abu Ya'la, Ibn Al- Farra', Ibrahim Al-Harbi dan lain- lain
berpendapat, Nabi Khidir A.s. tidak lagi hidup dengan jasadnya, ia telah wafat.
Yang masih tetap hidup adalah ruhnya saja, sebagaimana firman Allah SWT: ﻭَﻣَﺎ ﺟَﻌَﻠْﻨَﺎ ﻟِﺒَﺸَﺮٍ ﻣِّﻦ ﻗَﺒْﻠِﻚَ ﺍﻟْﺨُﻠْﺪَ ﺃَﻓَﺈِﻥ ﻣِّﺖَّ
ﻓَﻬُﻢُ ﺍﻟْﺨَﺎﻟِﺪُﻭﻥَ "Kami
tidak menjadikan seorang pun sebelum engkau (hai Nabi), hidup kekal
abadi." (Q.S Al- Anbiya': 34) Hadist Marfu' dari Ibn Umar dan Jabir (R.a.)
menyatakan: "Setelah lewat seratus tahun, tidak seorang pun yang sekarang
masih hidup di muka bumi." Ibn Al-Salah, Al-Tsa'labi, Imam Al- Nawawi,
Al-Hafiz Ibn Hajar Al- Asqalani dan kaum Sufi pada umumnya; demikian juga
Jumhurul-'Ulama' dan Ahl Al- Salah (orang-orang shaleh), semua berpendapat,
bahwa Nabi Khidir A.s. masih hidup dengan jasadnya, ia akan meninggal dunia
sebagai manusia pada akhir zaman. Ibnu Hajar Al- Asqalani di dalam Fath Al-Bari
menyanggah pendapat orang- orang yang menganggap Nabi Khidir A.s. telah wafat,
dan mengungkapkan makna hadist yang tersebut di atas, yaitu uraian yang
menekankan, bahwa Nabi Khidir A.s. masih hidup sebagai manusia. Ia manusia
Makhsus (dikhususkan Allah), tidak termasuk dalam pengertian hadist di atas.
Mengenai itu kami berpendapat:
a) Kekal berarti tidak terkena
kematian. Kalau Nabi Khidir A.s. dinyatakan masih hidup, pada suatu saat ia
pasti akan wafat. Dalam hal itu, ia tidak termasuk dalam pengertian ayat
Al-Qur'an yang tersebut di atas selagi ia akan wafat pada suatu saat.
b) Kalimat di muka bumi yang
terdapat dalam hadist tersebut, bermaksud adalah menurut ukuran yang dikenal
orang Arab pada masa itu (dahulu kala) mengenai hidupnya seorang manusia di
dunia. Dengan demikian maka Nabi Khidir A.s. dan bumi tempat hidupnya tidak
termasuk bumi yang disebut dalam hadist di atas, karena bumi tempat hidupnya
tidak dikenal orang-orang Arab.
c) Yang dimaksud dalam hal itu ialah
generasi Rasulullah s.a.w. terpisah sangat jauh dari masa hidupnya Nabi Khidir
A.s. Demikian menurut pendapat Ibnu Umar, yaitu tidak akan ada seorang pun yang
mendengar bahwa Nabi Khidir A.s. wafat setelah usianya lewat seratus tahun. Hal
itu terbukti dari wafatnya seorang bernama Abu al-Thifl Amir, satu-satunya
orang yang masih hidup setelah seratus tahun sejak adanya kisah tentang Nabi
Khidir A.s.
d) Apa yang dimaksud 'yang masih
hidup' dalam hadist tersebut ialah: tidak ada seorang pun dari kalian yang
pernah melihatnya atau mengenalnya. Itu memang benar juga.
e) Ada pula yang mengatakan, bahwa
yang dimaksud kalimat tersebut (yang masih hidup) ialah menurut keumuman
(Ghalib) yang berlaku sebagai kebiasaaan. Menurut kebiasaan amat sedikit jumlah
orang yang masih hidup mencapai usia seratus tahun. Jika ada, jumlah mereka
sangat sedikit dan menyimpang dari kaidah kebiasaaan; seperti yang ada di
kalangan orang-orang Kurdistan, orang-orang Afghanistan, orang- orang India dan
orang-orang dari penduduk Eropa Timur. Nabi Khidir A.s. masih hidup dengan
jasadnya atau dengan jasad yang baru. Dari semua pendapat tersebut, dapat disimpulkan:
Nabi Khidir A.s. masih hidup dengan jasad dan ruhnya, itu tidak terlalu jauh
dari kemungkinan sebenarnya.
Tegasnya, Nabi Khidir A.s masih
hidup; atau, ia masih hidup hanya dengan ruhnya, mengingat kekhususan sifatnya.
Ruhnya lepas meninggalkan Alam Barzakh berkeliling di alam dunia dengan
jasadnya yang baru (Mutajassidah). Itu pun tidak terlalu jauh dari kemungkinan
sebenarnya. Dengan demikian maka pendapat yang menganggap Nabi Khidir A.s.
masih hidup atau telah wafat, berkesimpulan sama; yaitu: Nabi Khidir A.s. masih
hidup dengan jasadnya sebagai manusia, atau, hidup dengan jasad ruhi (ruhani).
Jadi, soal kemungkinan bertemu
dengan Nabi Khidir A.s. atau melihatnya adalah benar sebenar-benarnya. Semua
riwayat mengenai Nabi Khidir A.s. yang menjadi pembicaraan Ahlullah
(orang-orang bertaqwa dan dekat dengan Allah S.W.T.) adalah kenyataan yang
benar terjadi. Banyak sekali riwayat-riwayat tentang nabi khidir A.s dalam
kitab-kitab yang Mu'tabar. Ada riwayat yang mengatakan bahwa Nabi khidir A.s
masih hidup dan mati ditangan Dajjal. Dajjal akan menangkap seorang pemuda
beriman. Kemudian dajjal menyuruhnya untuk menyembahnya, tapi pemuda itu pun
menolak dan tetap beriman pada Allah SWT. Lalu Dajjal membunuhnya dan membelah
nya menjadi dua. satu bagian dilempar sejauh mata memandang dan satu bagian
dilempar sejauh mata memandang kesebelah lainnya. Kemudian Dajjal menghidupkan
kembali pemuda itu. Dajjal menyuruhnya agar beriman kepadanya karena ia telah
mematikannya lalu menghidupkannya. Maka pemuda itu tidak mau dan tetap beriman
kepada Allah SWT. Pemuda itu bahkan mengatakan "Kamu benar-benar
Dajjal!!". Lalu Dajjal mewafatkannya lagi. Ada riwayat yang mengatakan
pemuda beriman ini adalah Nabi Khidir A.s. (wallahua'lam).
2. Nabi ILYAS A.s.
Ketika sedang beristirahat datanglah
malaikat kepada Nabi Ilyas A.s. Malaikat itu datang untuk menjemput ruhnya. Mendengar
berita itu, Ilyas A.s menjadi sedih dan menangis. "Mengapa engkau
bersedih..?" tanya malaikat maut. "Tidak tahulah." Jawab Ilyas
A.s. "Apakah engkau bersedih karena akan meninggalkan dunia dan takut
menghadapi maut?" tanya malaikat. "Tidak. Tiada sesuatu yang aku
sesali kecuali karena aku menyesal tidak boleh lagi berdzikir kepada Allah,
sementara yang masih hidup boleh terus berdzikir memuji Allah," jawab Ilyas
A.s. Saat itu Allah SWT lantas menurunkan wahyu kepada malaikat agar menunda
pencabutan nyawa itu dan memberi kesempatan kepada Nabi Ilyas A.s berdzikir
sesuai dengan permintaannya. Nabi Ilyas A.s ingin terus hidup semata-mata karena
ingin berdzikir kepada Allah SWT. Maka berdzikirlah Nabi Ilyas A.s sepanjang
hidupnya. "Biarlah dia hidup di taman untuk berbisik dan mengadu serta
berdzikir kepada-Ku sampai akhir nanti." Kata Allah SWT.
3. Nabi IDRIS A.s.
Diriwayatkan Nabi Idris A.s. telah
naik ke langit pada hari senin. Peristiwa naiknya Nabi Idris A.s. ke langit
ini, telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam Al-Quran. Firman Allah SWT
bermaksud: "Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah, Idris
yang tersebut di dalam Al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat
membenarkan dan seorang Nabi. Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang
tinggi." (Q.S Maryam: 56-57) Nama Nabi Idris A.s. yang sebenarnya adalah 'Akhnukh'.
Sebab beliau dinamakan Idris, karena beliau banyak membaca, mempelajari (tadarrus)
kitab Allah SWT. Setiap hari Nabi Idris A.s menjahit Qamis (baju kemeja),
setiap kali beliau memasukkan jarum untuk menjahit pakaiannya, beliau
mengucapkan kalimat Tasbih. Jika pekerjaannya sudah selesai, kemudian pakaian
itu diserahkannya kepada orang yang memesannya tanpa meminta upah. Walau
demikian, Nabi Idris A.s masih sanggup beribadah dengan amalan yang sukar untuk
digambarkan. Sehingga Malaikat Maut sangat rindu berjumpa dengan beliau.
Kemudian Malaikat Maut memohon kepada Allah SWT, agar diizinkan untuk pergi
menemui Nabi Idris A.s. Setelah memberi salam, Malaikat pun duduk. Nabi Idris
A.s. mempunyai kebiasaan berpuasa sepanjang masa. Ketika waktu berbuka puasa
telah tiba, maka datanglah malaikat dari Syurga membawa makanan Nabi Idris A.s,
dan beliau menikmati makanan tersebut. Kemudian baginda beribadah sepanjang
malam.
Pada suatu
malam Malaikat Maut datang menemuinya, sambil membawa makanan dari Syurga. Nabi Idris A.s menikmati makanan
itu. Kemudian Nabi Idris A.s berkata kepada Malaikat Maut: "Wahai tuan,
marilah kita nikmati makanan ini bersama-sama." Tetapi Malaikat itu
menolaknya. Nabi Idris A.s terus melanjutkan ibadahnya, sedangkan Malaikat Maut
itu dengan setia menunggu sampai terbit matahari. Nabi Idris A.s merasa heran
melihat sikap Malaikat itu. Kemudian beliau berkata: "Wahai tuan, maukah
tuan berjalan-jalan bersama saya untuk melihat keindahan alam sekitar..?”
Malaikat Maut menjawab: “Baiklah Wahai Nabi Allah Idris A.s." Maka
berjalanlah keduanya melihat alam sekitar dengan berbagai jenis tumbuh-
tumbuhan hidup di situ. Akhirnya ketika mereka sampai pada suatu kebun, maka
Malaikat Maut berkata kepada Nabi Idris A.s.: "Wahai Idris a.s, adakah
tuan izinkan saya untuk mengambil ini untuk saya makan..?” Nabi Idris A.s pun
menjawab: “Subhanallah, mengapa malam tadi tuan tidak mau memakan makanan yang
halal, sedangkan sekarang tuan mau memakan yang haram..?" Kemudian
Malaikat Maut dan Nabi Idris A.s meneruskan perjalanan mereka.
Tidak terasa
oleh mereka bahwa mereka telah berjalan-jalan selama empat hari. Selama mereka
bersahabat, Nabi Idris A.s menemui beberapa keanehan pada diri temannya itu.
Segala tindak-tanduknya berbeda dengan sifat-sifat manusia biasa. Akhirnya Nabi
Idris A.s tidak dapat menahan hasrat rasa ingin tahunya itu. Dan kemudian
beliau bertanya: "Wahai tuan, bolehkah saya tahu, siapakah tuan yang
sebenarnya...?” Saya adalah Malaikat Maut." Jawab malaikat maut
"Tuankah yang bertugas mencabut semua nyawa makhluk...?" tanya Nabi
Idris A.s "Benar ya Idris A.s." Jawab malaikat maut "Sedangkan
tuan bersama saya selama empat hari, adakah tuan juga telah mencabut nyawa-
nyawa makhluk...?" tanya Nabi Idris A.s "Wahai Idris A.s, selama
empat hari ini banyak sekali nyawa yang telah saya cabut. Roh makhluk-makhluk
itu bagaikan hidangan di hadapanku, aku ambil mereka bagaikan seseorang sedang
menyuap- nyuap makanan." Jawab malaikat maut "Wahai Malaikat, apakah
tujuan tuan datang, apakah untuk ziarah atau untuk mencabut nyawaku...?"
tanya Nabi Idris A.s "Saya datang untuk menziarahimu dan Allah SWT telah
mengizinkan niatku itu." Jawab malaikat maut "Wahai Malaikat Maut,
kabulkanlah satu permintaanku kepadamu, yaitu agar tuan mencabut nyawaku,
kemudian tuan mohonkan kepada Allah SWT agar Allah SWT menghidupkan saya
kembali, supaya aku dapat menyembah Allah SWT setelah aku merasakan dahsyatnya
sakaratul maut itu." Malaikat Maut pun menjawab: "Sesungguhnya saya
tidaklah mencabut nyawa seseorang pun, melainkan hanya dengan izin dari Allah
SWT." Lalu Allah SWT mewahyukan kepada Malaikat Maut, agar ia mencabut
nyawa Idris A.s. Maka dicabutnya nyawa Idris A.s saat itu juga.
Dan Nabi Idris
A.s pun merasakan kematian saat itu. Ketika Malaikat Maut melihat kematian Nabi
Idris A.s itu, maka menangislah ia. Dengan perasaan iba dan sedih ia memohon
kepada Allah SWT supaya Allah SWT menghidupkan kembali sahabatnya itu. Allah
SWT mengabulkan permohonannya, dan Nabi Idris A.s pun dihidupkan oleh Allah SWT
kembali. Kemudian Malaikat Maut memeluk Nabi Idris A.s, dan ia bertanya:
"Wahai saudaraku, bagaimanakah tuan merasakan kesakitan maut itu...?
" "Bila seekor binatang dilepas kulitnya ketika ia masih hidup, maka
sakitnya maut itu seribu kali lebih sakit daripadanya. "Padahal kelembutan
yang saya lakukan ketika mencabut nyawa terhadap tuan, ketika saya mencabut
nyawa tuan itu, belum pernah saya lakukan terhadap siapa pun sebelum
tuan." Jawab malaikat maut "Wahai Malaikat Maut, saya mempunyai
permintaan lagi kepada tuan, yaitu saya sungguh-sungguh berhasrat melihat
Neraka, supaya saya dapat beribadah kepada Allah SWT lebih banyak lagi, setelah
saya menyaksikan dahsyatnya api neraka itu." "Wahai Idris A.s. saya
tidak dapat pergi ke Neraka jika tanpa izin dari Allah SWT."
Jawab malaikat
maut Akhirnya Allah SWT mewahyukan kepada Malaikat Maut agar ia membawa Nabi Idris
A.s ke dalam Neraka. Maka pergilah mereka berdua ke Neraka. Di Neraka itu, Nabi
Idris A.s. dapat melihat semua yang diciptakan Allah SWT untuk menyiksa
musuh-musuh-Nya. Seperti rantai-rantai yang panas, ular yang berbisa, kala, api
yang membara, timah yang mendidih, pokok-pokok yang penuh berduri, air panas
yang mendidih dan lain-lain. Setelah merasa puas melihat keadaan Neraka itu,
maka mereka pun pulang. Kemudian Nabi Idris A.s. berkata kepada Malaikat Maut:
"Wahai Malaikat Maut, saya mempunyai hajat yang lain, yaitu agar tuan
dapat menolong saya membawa masuk ke dalam Syurga. Sehingga saya dapat melihat
apa-apa yang telah disediakan oleh Allah SWT bagi kekasih- kekasih-Nya. Setelah
itu saya pun dapat meningkatkan lagi ibadah saya kepada Allah SWT. Saya tidak dapat membawa tuan masuk
ke dalam Syurga, tanpa perintah dari Allah SWT." Jawab Malaikat Maut. Lalu
Allah SWT pun memerintahkan kepada Malaikat Maut supaya ia membawa Nabi Idris
A.s masuk ke dalam Syurga. Kemudian pergilah mereka berdua hingga mereka sampai
di pintu Syurga dan mereka berhenti di pintu tersebut. Dari situ Nabi
Idris A.s dapat melihat pemandangan di dalam Syurga. Nabi Idris A.s dapat
melihat segala macam kenikmatan yang disediakan oleh Allah SWT untuk para wali-
wali-Nya. Berupa buah-buahan, pokok-pokok yang indah dan sungai-sungai yang
mengalir dan lain-lain. Kemudian Nabi Idris A.s berkata: "Wahai saudaraku
Malaikat Maut, saya telah merasakan pahitnya maut dan saya telah melihat
dahsyatnya api Neraka. Maka maukah tuan memohonkan kepada Allah SWT untukku,
agar Allah SWT mengizinkan aku memasuki Syurga untuk dapat meminum airnya,
untuk menghilangkan kesakitan mati dan dahsyatnya api Neraka...?" Maka
Malaikat Maut pun memohon kepada Allah SWT. Dan kemudian Allah SWT memberikan izin
kepadanya untuk memasuki Syurga tapi kemudian harus keluar lagi. Nabi Idris A.s
pun masuk ke dalam Syurga, beliau meletakkan kasutnya di bawah salah satu pohon
Syurga, lalu ia keluar kembali dari Syurga. Setelah beliau berada di luar, Nabi
Idris A.s berkata kepada Malaikat Maut: "Wahai Malaikat Maut, aku telah
meninggalkan kasutku di dalam Syurga.” Malaikat Maut pun berkata: “Masuklah ke
dalam Syurga, dan ambil kasut tuan." Maka masuklah Nabi Idris A.s, namun
beliau tidak keluar lagi, sehingga Malaikat Maut memanggilnya: "Ya Idris
A.s, keluarlah..!”. “Tidak, wahai Malaikat Maut, karena Allah SWT telah
berfirman: "Setiap yang berjiwa akan merasakan mati." (Q.S Ali-
Imran: 185) Sedangkan saya telah merasakan kematian. Dan Allah berfirman yang
bermaksud: "Dan tidak ada seorang pun daripadamu, melainkan mendatangi
Neraka itu." (Q.S Maryam:
71) Dan saya pun telah mendatangi Neraka itu. Dan firman Allah lagi yang
bermaksud: "… Dan mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan daripadanya
(Syurga)." (Q.S Al-Hijr: 4) Maka Allah menurunkan wahyu kepada Malaikat
Maut itu: "Biarkanlah dia, karena Aku telah menetapkannya di Azali, bahwa
ia akan bertempat tinggal di Syurga."
Allah menceritakan tentang kisah
Nabi Idris A.s ini kepada Rasulullah SAW dengan firman- Nya: "Dan ceritakanlah
(hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris yang tersebut di dalam Al-Qur’an.
Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang Nabi. Dan
kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi." (Q.S Maryam: 56-57)
4. Nabi ISA A.s.
Seorang lagi Nabi Allah yang
diceritakan dari kecil di dalam Al- Qur'an ialah Isa A.s. Baginda diutus kepada
kaum Bani Israil dengan kitab Injil yang diturunkan sebelum Al-Qur'an. Di dalam
Al-Qur'an, Nabi Isa A.s disebut dengan empat panggilan yaitu Isa, Isa putera
Maryam, putera Maryam, dan Al-Masih. Ibunya seorang yang sangat dimuliakan
Allah. Dia memilihnya di atas semua perempuan di semua alam. Firman-Nya,
"Dan ketika malaikat-malaikat berkata, 'Wahai Mariam, Allah memilih kamu,
dan membersihkan kamu, dan Dia memilih kamu di atas semua perempuan di semua
alam'" (3:42). Maryam, ibu Nabi Isa A.s, telah menempuh satu ujian yang
amat berat daripada Allah. Dia dipilih untuk melahirkan seorang Nabi dengan
tanpa disentuh oleh seseorang lelaki. Dia adalah seorang perempuan yang suci.
Kelahiran Nabi Isa A.s merupakan suatu mukjizat kerana dilahirkan tanpa bapak.
Kisahnya diceritakan di dalam
Al-Qur'an. Di sini, ceritanya bermula dari kunjungan malaikat kepada Maryam
atas perintah Allah. Ketika itu, malaikat menyerupai manusia dengan tanpa
cacat. Kemunculan malaikat membuat Maryam menjadi takut lalu berkata, “Aku
berlindung pada Yang Pemurah daripada kamu, jika kamu bertakwa (takut kepada
Tuhan)..!” Dia (malaikat) berkata, “Aku hanyalah seorang rasul yang datang
daripada Pemelihara kamu, untuk memberi kamu seorang anak lelaki yang
suci." (19:18-19) Pada ayat yang lain, diceritakan bahwa malaikat yang
datang itu telah memberi nama kepada putera yang bakal dilahirkan. Nama itu
diberi oleh Allah, dan dia (Isa) akan menjadi terhormat di dunia dan akhirat
sambil berkedudukan dekat dengan Tuhan. Ayatnya berbunyi: "Wahai Maryam,
Allah menyampaikan kepada kamu berita gembira dengan satu Kata daripada-Nya,
yang namanya Al- Masih, Isa putera Maryam, terhormat di dunia dan di akhirat,
daripada orang-orang yang didekatkan." (3:45) Kemudian Maryam bertanya,
"Bagaimanakah aku akan ada seorang anak lelaki sedang tiada seorang
manusia pun menyentuhku, dan bukan juga aku seorang jalang...?" (19:20)
Malaikat menjawab, "Dia (Allah) berkata, 'Begitulah; Pemelihara kamu telah
berkata, 'Itu mudah bagi-Ku; dan supaya Kami membuat dia satu ayat (tanda) bagi
manusia, dan satu pengasihan daripada Kami; ia adalah perkara yang telah
ditentukan'" (19:21). Maka lahirlah Isa putera Maryam lebih enam ratus tahun
sebelum Nabi Muhammad SAW dilahirkan. Allah SWT membuat Nabi Isa A.s dan ibunya
satu ayat (tanda) bagi manusia, yaitu tanda untuk menunjukkan kebesaran-Nya (
23:50).
Isa A.s adalah seorang Nabi dan juga
seorang Rasul. Baginda dan beberapa orang rasul telah dilebihkan Allah SWT
daripada rasul-rasul lain. Ada yang Dia berkata-kata kepadanya, ada yang Dia
menaikkan derajad, dan bagi Isa A.s, Dia memberi bukti- bukti yang jelas serta
mengukuhkannya dengan Roh Suci. Firman-Nya: "Dan rasul-rasul itu, sebahagian
Kami melebihkan di atas sebahagian yang lain. Sebagian ada yang kepadanya Allah
SWT berkata-kata, dan sebagian Dia menaikkan derajad. Dan Kami memberikan Isa
putera Maryam bukti-bukti yang jelas, dan Kami mengukuhkan dia dengan Roh Qudus
(Suci)." (2:253) Namun begitu, manusia dilarang oleh Allah SWT untuk
membeda- bedakan antara para rasul dan Nabi.
Larangan itu berbunyi,
"Katakanlah, Kami percaya kepada Allah SWT, dan apa yang diturunkan kepada
kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, dan Ismail, dan Ishak, dan
Yaakub, dan puak-puak, dan apa yang diberi kepada Musa, dan Isa, dan apa yang
diberi kepada Nabi-Nabi daripada Pemelihara mereka. Kami tidak membeda-bedakan
seorang pun antara mereka, dan kepada-Nya kami muslim.'" (2:136) Akibat
membeda-bedakan Nabi atau Rasul dapat dilihat pada hari ini, yaitu Nabi Isa A.s
dipercayai oleh sebagian pihak sebagai Tuhan atau anak Tuhan, dan Nabi Muhammad
SAW, dianggap macam Tuhan, yang berhak membuat hukum agama.
Oleh karena Isa A.s adalah seorang
Nabi maka baginda diberi sebuah Kitab, yaitu Injil, yang mengandung petunjuk
dan cahaya untuk menjadi pegangan Bani Israil. Selain menyeru kepada Bani
Israil untuk menyembah Allah SWT dengan mentaati Injil, baginda juga
mengesahkan kitab Taurat yang diturunkan sebelumnya. Dua firman Allah SWT
menjelaskannya di sini, berbunyi: "Dan Kami mengutus, menyusuli
jejak-jejak mereka, Isa putera Maryam, dengan mengesahkan Taurat yang
sebelumnya; dan Kami memberinya Injil, di dalamnya petunjuk dan cahaya,"
(5:46) dan, "Aku (Isa) hanya mengatakan kepada mereka apa yang Engkau
memerintahkan aku dengannya: 'Sembahlah Allah SWT, Pemelihara aku dan
Pemelihara kamu.'" (5:117) Turut disebut di dalam Injil (dan Taurat) ialah
berita mengenai kedatangan seorang Nabi berbangsa Arab, atau Ummiy ( 7:157),
dan janji dikaruniakan Taman atau Syurga bagi orang- orang yang berperang di
jalan Allah ( 9:111). Janji itu juga didapati di dalam
Taurat dan Al- Qur'an. Ketika baginda diutus, manusia sedang berselisih dalam
hal agama. Maka kedatangannya adalah juga untuk memperjelas apa yang sedang
diperselisihkan. Firman Allah SWT: "dia (Isa) berkata, Aku datang kepada
kamu dengan kebijaksanaan, dan supaya aku memperjelaskan kepada kamu sebahagian
apa yang dalamnya kamu memperselisihkan; maka kamu takutilah Allah, dan taatlah
kepadaku.'" (43:63).
Baginda juga memberitahu tentang
kedatangan seorang rasul selepas baginda, yang namanya akan dipuji. Ayat yang
mengisahkannya berbunyi: "Wahai Bani Israil, sesungguhnya aku (Isa) rasul
Allah kepada kamu, mengesahkan Taurat yang sebelum aku, dan memberi berita gembira dengan seorang
rasul yang akan datang selepas aku, namanya Ahmad (dipuji)." (61:6)
Seperti Nabi atau Rasul yang lain, baginda mempunyai pengikut- pengikut yang
setia dan juga yang tidak setia atau yang menentang. Pengikut- pengikutnya yang
setia percaya kepada Allah SWT dan kepadanya. Mereka adalah muslim. Firman
Allah: "Dan ketika Aku mewahyukan pengikut-pengikut yang setia, Percayalah
kepada-Ku, dan rasul- Ku; mereka berkata, Kami percaya, dan saksilah Engkau
akan kemusliman kami.'" (5:111) Pengikut-pengikut yang setia pula menjadi
penolong- penolong, bukan baginya tetapi bagi Allah SWT. Firman-Nya:
"Berkatalah pengikut- pengikutnya yang setia, Kami akan menjadi penolong-
penolong Allah SWT; kami percaya kepada Allah SWT, dan saksilah kamu akan
kemusliman kami.'" (3:52) Begitu juga bagi pengikut- pengikut setia
Nabi-Nabi lain, termasuk Muhammad SAW. Semuanya menjadi penolong- penolong
Allah SWT, untuk melaksanakan dan menyampaikan pesan-Nya. Firman Allah SWT:
"Wahai orang-orang yang percaya, jadilah kamu penolong- penolong Allah,
sebagaimana Isa putera Maryam berkata kepada pengikut-pengikut yang setia,
Siapakah yang akan menjadi penolong-penolong aku bagi Allah SWT?
Pengikut-pengikut yang setia berkata, kami akan menjadi penolong-penolong Allah
SWT." (61:14) Walau bagaimana pun, pengikut- pengikut Nabi Isa A.s yang
setia memerlukan bukti selanjutnya untuk mengesahkan kebenarannya dan supaya
hati mereka menjadi tenteram. Untuk itu mereka memohon sebuah meja hidangan
dari langit.
Kisahnya berbunyi begini: "Dan
apabila pengikut-pengikut yang setia berkata, 'Wahai Isa putera Maryam,
bolehkah Pemelihara kamu menurunkan kepada kami sebuah meja hidangan dari
langit?' Dia (Isa) berkata, 'Kamu takutilah Allah SWT, jika kamu orang-orang
mukmin.' Mereka berkata, 'Kami menghendaki untuk memakan daripadanya, dan hati
kami menjadi tenteram, supaya kami mengetahui bahwa kamu berkata benar kepada
kami, dan supaya kami adalah antara para saksinya.'" (5:112-113) Justru itu,
baginda memohon kepada Allah SWT, "Ya Allah, Pemelihara kami, turunkanlah
kepada kami sebuah meja hidangan dari langit, yang akan menjadi bagi kami satu
perayaan, yang pertama dan yang akhir bagi kami, dan satu ayat (tanda) daripada
Engkau. Dan berilah rezeki untuk kami; Engkau yang terbaik daripada
pemberi-pemberi rezeki." (5:114) Allah SWT mengabulkan permintaannya.
Lantas, meja hidangan yang turun menjadi satu lagi mukjizat bagi Nabi Isa A.s.
Dan ia juga menjadi nama sebuah surat di dalam Al-Qur'an, yaitu surat kelima,
Al-Maidah.
Selain daripada kelahiran yang
sangat luar biasa dan meja hidangan, Nabi Isa A.s telah dikaruniai dengan
beberapa mukjizat lain. Ayat berikut menjelaskannya: "Ketika Allah SWT
berkata, 'Wahai Isa putera Maryam, ingatlah akan rahmat-Ku ke atas kamu, dan ke
atas ibu kamu, apabila Aku mengukuhkan kamu dengan Roh Qudus (Suci), untuk
berkata-kata kepada manusia di dalam buaian dan setelah dewasa ….. Dan apabila
kamu mencipta daripada tanah liat, dengan izin- Ku, yang seperti bentuk burung,
dan kamu menghembuskan ke dalamnya, lalu jadilah ia seekor burung , dengan
izin-Ku, Dan kamu menyembuhkan orang buta, dan orang sakit kusta , dengan
izin-Ku, Dan kamu mengeluarkan orang yang mati , dengan izin-Ku' ….. lalu
orang-orang yang tidak percaya antara mereka berkata, 'Tiadalah ini, melainkan
sihir yang nyata.'" (5:110).
Walaupun Nabi Muhammad SAW hanya
diberi satu mukjizat, manusia dicegah dari berkata bahwa Nabi Isa A.s adalah
lebih mulia daripada Nabi Muhammad SAW. Karena, seperti yang sudah diketahui
bahwa amalan yang berupa membeda-bedakan para Nabi dan Rasul adalah dilarang
oleh Allah SWT. "Ketika Allah SWT berkata, 'Wahai Isa, Aku akan mematikan
kamu, dan menaikkan kamu kepada-Ku, dan Aku membersihkan kamu daripada
orang-orang yang tidak percaya …..'" (3:55) "Dan aku (Isa) seorang
saksi atas mereka selama aku di kalangan mereka; tetapi setelah Engkau
mematikan aku, Engkau Sendiri adalah penjaga atas mereka; Engkau saksi atas
segala sesuatu." (5:117) Akan tetapi, sebagian dari kaum Bani Israil mengatakan
bahwa mereka telah membunuhnya dengan cara di salib. Namun Allah SWT mengatakan
yang sebaliknya. Dengan apa yang terjadi hanyalah satu kesamaan saja.
Firman-Nya: "ucapan mereka, 'Kami telah membunuh Al-Masih, Isa putera
Maryam, rasul Allah.' Tetapi mereka tidak membunuhnya, dan tidak juga
menyalibnya, tetapi hanya satu kesamaan yang ditunjukkan kepada mereka.
Orang-orang yang berselisih mengenainya benar-benar dalam keraguan terhadapnya;
mereka tidak ada pengetahuan mengenainya, kecuali mengikuti sangkaan; mereka
tidak membunuhnya, yakinlah." (4:157) Di akhir zaman nabi Isa A.s akan
turun kembali ke bumi, bukan sebagai nabi tapi sebagai ummat nabi Muhammad SAW.
(mengikut syariat nabi Muhammad SAW). akan berdakwah mengajak ummat kristiani
untuk masuk islam, menghancurkan salib-salib, membunuh Dajjal.
Dari
Abdullah Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah saw bersabda "Ketika saya sedang
tidur, saya bermimpi melakukan tawaf di Kaabah, lalu ada seorang berambut lebat
yang meneteskan air dari kepalanya, lalu aku tanyakan siapakah ini, mereka
menjawab, "Ibnu Maryam as", kemudian aku berpaling dan melihat
seorang laki-laki yang gemuk, berkulit merah, berambut keriting, matanya buta
sebelah, dan matanya itu seperti buah anggur yang masak (tak bersinar). Mereka
mengatakan, "Ini Dajjal". Dia adalah orang yang paling mirip dengan
Ibnu Qathn, seorang laki-laki dari Khuza'ah." [HR al-Bukhari, dan Muslim].
Dari Anas, beliau berkata, Rasulullah saw bersabda, Dajjal itu matanya terhapus
(buta), tertulis di antara kedua matanya kafir, kemudian beliau mengejanya,
kafir yang boleh dibaca oleh setiap orang muslim dan di antara kedua matanya
terdapat tulisan "kafir" (HR Muslim) Pada hadis pertama di atas
menyebutkan beberapa ciri fizikal dajjal, iaitu postur tubuhnya gemuk, kulitnya
kemerah-merahan, sebelah matanya buta, matanya seperti buah anggur yang masak.
Dan pada
hadis kedua disebutkan ciri yang lain, iaitu tertulis huruf kafir di antara
kedua matanya. Tanda itu boleh difahami oleh setiap muslim baik yang boleh
membaca maupun yang buta huruf. Ummu Syuraik bertanya kepada Rasulullah tentang
hari dajjal : "Ya Rasulullah ke mana orang-orang Arab ketika itu?".
Rasulullah menjawab "Jumlah mereka pada waktu itu terlalu sedikit. Mereka
lari ke Baitulmaqdis menjumpai Imam (Imam Mahdi) mereka. Ketika Imam mereka
sudah berdiri di depan untuk mengimamkan solat subuh, tiba-tiba datang Isa Bin
Maryam. Imam itu mahu mundur untuk memberi peluang kepada Isa, tetapi Isa
sambil memegang bahu Imam itu berkata : "Teruskanlah, sesungguhnya Iqamat
dibacakan untuk engkau". Maka sembahyanglah mereka semua dibelakang Imam
tadi. Selesai solat, Isa A.S. berkata kepada semua jemaah : "Bukakan pintu
itu". Mereka membuka pintu Masjid itu, tiba- tiba Dajjal sudah berdiri di
situ dan di belakangnya ada 70,000 orang Yahudi lengkap bersenjata. Melihat Isa
A.S. ada di dalam masjid itu, Dajjal tiba-tiba sahaja cair seperti cairnya
garam disirami air. Dajjal lari kerana ketakutan Isa terus sahaja mengejarnya
kemudian menjumpai di Babu Luddi dan di situlah Isa A.S. membunuhnya.
Orang-orang Yahudi cuba melarikan diri dan bersembunyi tetapi semua benda
tempat mereka bersembunyi akan berkata-kata dengan izin Allah. Benda-benda
dimaksudkan termasuklah dinding, batu, pokok, kayu dan termasuk juga sepohon
pokok berduri (disebut pokok Yahudi). Pintu masuk ke kota Lod.
Tempat
Dajjal akan dibunuh. Jauh tempat ini dari Jeruselem lebih kurang 45 km Kawasan
berbukit yang subur di kota Lod, kota yang berumur 2000 tahun Lod (Bahasa
Ibrani: לוֹד; Arab: ﺍَﻟْﻠُﺪّْ,
al-Ludd; Greco-Latin Lydda), juga dieja dan disebut Ludd, ialah sebuah bandar
diDaerah Tengah, Israel, sekitar 20 kilometer di tenggara Tel Aviv dan 3
kilometer utara Ramallah. Pada akhir tahun 2007, kota ini berpenduduk 67,000
orang, di mana 80% daripadanya adalah dari kaum Yahudi, manakala 20% lagi dari
umat Arab Palestin berikutan projek perluasaan tapak penempatan haram Yahudi.
Nama lama kota ini, selama ribuan tahun, ialah Lydda, Lydea dan Al-Lydd, dan
kota ini juga terkenal dengan nama Diospolis. Dalam Injil 1 Tawarikh 8
disebutkan bahawa kota ini menjadi tempat tinggal bagi Suku Bunyamin (anak
kepada Nabi Yaakub a.s. dan adik kepada Nabi Yusuf a.s.). Kononnya, di tempat
inilah Santo Peter menyembuhkan seseorang yang mengalami penyakit lumpuh,
seperti yang disebutkan dalam Kisah Para Rasul 9: 32-38. Di kota ini ada sebuah
gereja yang dikenali sebagai: Gereja Santo Georgius dan sebuah Masjid yakni:
Masjid El-Chodr. Bahagian tempat peribadatan itu membentuk kompleks bangunan,
gereja dan masjid itu juga memiliki pintu masuk yang unik. Kota ini dikenali
kerana mempunyai sistem Bandar Antarabangsa yang mempunyai banyak persamaan
dengan Bandar Tel Aviv yakni Bandar Ben Gurion. Setakat ini telah adanya jalan
raya dan jalur KA yang menghubungkan kota ini dengan Tel Aviv. Lapangan terbang
utama Israel, Lapangan Terbang Antarabangsa Ben Gurion (dahulunya dikenali
sebagai Lapangan Terbang Lydda, RAF Lydda, dan Lapangan Terbang Lod) terletak
di bandar ini. Mengikut perspektif Islam pula, di pagar/tembok Kota Lod inilah
akan terjadinya pembunuhan Dajal oleh Nabi Isa a.s.
Dalam hadits
Nawwas bin Sam'an yang panjang yang membicarakan kemunculan Dajjal dan turunnya
Isa alaihissalam, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: "Ketika
Allah telah mengutus al- Masih Ibnu Maryam, maka turunlah ia di menara putih di
sebelah timur Damsyik dengan mengenakan dua buah pakaian yang dicelup dengan
waras dan zafaran, dan kedua telapak tangannya diletakkannya di sayap dua
Malaikat; bila ia menundukkan kepala maka menurunlah rambutnya, dan jika
diangkatnya kelihatan landai seperti mutiara. Maka tidak ada orang kafir pun
yang mencium nafasnya kecuali pasti meninggal dunia, padahal nafasnya itu
sejauh mata memandang. Lalu Isa mencari Dajjal hingga menjumpainya di pintu
Lud, lantas dibunuhnya Dajjal hingga menjumpainya di pintu Lud, lantas
dibunuhnya Dajjal. Kemudian Isa datang kepada suatu kaum yang telah dilindungi
Allah dari Dajjal, lalu Isa mengusap wajah mereka dan memberi tahu mereka
tentang darjat mereka di syurga." (Shahih Muslim, Kita Al- Fitan wa
Asyrathis Sa'ah, Bab Dzikr Ad-Dajjal 18:67-68) Aus bin Aus Ats-Tsaqafi
meriwatkan bahwa Rasulullah shalallhu 'alaihi wasallam bersabda, "'Isa bin
Maryam akan turun di Menara Putih sebelah timur Kota Damsyik." (HR
Thabrani) Menurut Ibnu Katsir Nabi Isa akan turun disisi menara sebelah timur
Masjid Jamik Umawi iaitu di sebelah timur Damaskus/Damsyik. Menara tersebut
telah diperbaiki pada zaman Ibnu Katsir iaitu pada tahun 741 Hijrah.
Pembiayaanya diambil dari harta orang-orang Nasrani yang sebelumnye telah
membakar menara tersebut.Hafiz Ibnu Katsir dalam an-Nihayah berkata,
"Inilah pendapat yang lebih masyhur tentang tempat turunnya Isa, iaitu di
menara putih di timur Damsyik. Dan saya telah melihat di sebagian buku bahwa
Isa turun di menara putih sebelah timur Jami' Damsyik. Mungkin inilah yang
lebih valid dan bunyi riwayatnya, 'Maka dia turun di atas menara putih yang ada
di timur Damsyik'. Jadi rawi membuat redaksi sendiri
sesuai dengan apa yang dia fahami. Dan di Damsyik tidak ada menara yang
dikenali dengan menara timur kecuali menara yang berada di timur Jami' Umawi
dan inilah yang lebih cocok dan lebih sesuai kerana Isa turun pada saat
didirikannya shalat…" (An- Nihayah fi al-Fitan wa al- Malahim I/192).
Menurut Sami bin Abdullah Al- Maghluts pula dalam
bukunya Athlas Tarikh al-Anbiya' wa ar- rosul (atlas sejarah nabi dan rosul)
ada dua buah menara yang sangat mirip sebagaimana disebutkan dalam hadist di
atas. Kedua menara itu adalah menara Masjid al-Umawi (Umayyah) yang di bangun
oleh al-Walid bin Abdul Malik (lihat atlas hadist karya Syauqi Abu Khalil) dan
menara tembok damaskus. Kedua tempat tersebut memiliki kemiripan yang diduga disana lah Isa AS akan
turun. Sifat Dan Rupa Nabi Isa Alaihissalam Adapun sifat-sifatnya maka Nabi
kita saw telah menyatakan bahawa Isa adalah laki-laki berperawakan sedang tidak
tinggi tidak pendek, berwajah bulat, berkulit kemerah- merahan, berdada lapang,
orang yang paling mirip dengannya adalah Urwah bin Mas'ud ast-Tsaqafi.
Dari Abu
Hurairah bahawasanya Rasulullah saw bersabda, "Antara diriku dengan Isa
tidak ada nabi, dan sesungguhnya dia pasti turun. Jika kalian melihatnya maka
kenalilah dia. Sesungguhnya dia berperawakan sedang, putih kemerah-merahan, dia
turun di antara dua potong baju berwarna kekuning-kuningan, kepalanya
seolah-olah menetes walaupun tidak basah, dia memerangi manusia di atas Islam,
lalu dia mematahkan salib, membunuh babi dan menghapus jizyah. Pada masanya
Allah menghancurkan semua agama kecuali Islam, dia membunuh al-Masih ad-Dajjal
kemudian tinggal di bumi selama 40 tahun kemudian wafat dan kaum muslimin
menshalatkannya." (HR. Abu Dawud, al-Hakim dan Ibnu Khuzaimah) Dari Abu
Hurairah, Nabi saw bersabda, "Pada malam Isra'…. Dan saya bertemu dengan Isa.
Lalu Nabi saw menjelaskan ciri- cirinya, 'Orangnya sedang, kulitnya
kemerah-merahan, seolah-olah dia habis mandi, saya melihatnya…'." (HR. al-
Bukhari, Muslim dan at-Tirmidzi) Dari Jabir bin Abdullah bahawa Rasulullah saw
bersabda, "Saya bertemu dengan para nabi, ternyata Musa…. Saya melihat Isa
bin Maryam, ternyata orang yang paling mirip dengannya adalah Urwah bin
Mas'ud…." (HR. Muslim dan at- Tirmidzi) Dari Abdullah bin Abbas Rasulullah
saw menceritakan malam Isra'nya, beliau bersabda, "Saya melihat Isa
berperawakan sedang kemerah-merahan berambut lurus…." (HR. al-Bukhari dan
Muslim) sumber
NABI KHIDIR.
AS
Perihal Nabi
Khidir a.s.
Bukhari, Ibn al-Mandah, Abu Bakar al-Arabi, Abu Ya’la, Ibn al-Farra’, Ibrahim al-Harbi dan lain-lain berpendapat, Nabi Khidir a.s. tidak lagi hidup dengan jasadnya, ia telah wafat. Yang masih tetap hidup adalah ruhnya saja, iaitu sebagaimana firman Allah:
وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِّن قَبْلِكَ الْخُلْدَ أَفَإِن مِّتَّ فَهُمُ الْخَالِدُونَ
“Kami tidak
menjadikan seorang pun sebelum engkau (hai Nabi), hidup kekal abadi.”
(al-Anbiya’: 34)
Hadith marfu’ dari Ibn Umar dan Jabir (r.a.) menyatakan:
“Setelah lewat seratus tahun, tidak seorang pun yang sekarang masih hidup di muka bumi.”
Ibn al-Šalah, al-Tsa’labi, Imam al-Nawawi, al-Hafiz Ibn Hajar al-Asqalani dan kaum Sufi pada umumnya; demikian juga jumhurul-‘ulama’ dan ahl al-šalah (orang-orang saleh), semua berpendapat, bahawa Nabi Khidir a.s. masih hidup dengan jasadnya, ia akan meninggal dunia sebagai manusia pada akhir zaman. Ibn Hajar al-Asqalani di dalam Fath al-Bari menyanggah pendapat orang-orang yang menganggap Nabi Khidir a.s. telah wafat, dan mengungkapkan makna hadith yang tersebut di atas, iaitu huraian yang menekankan, bahawa Nabi Khidir a.s. masih hidup sebagai manusia. Ia manusia makhsus (dikhususkan Allah), tidak termasuk dalam pengertian hadith di atas.
Mengenai itu Ulama berpendapat:
Hadith marfu’ dari Ibn Umar dan Jabir (r.a.) menyatakan:
“Setelah lewat seratus tahun, tidak seorang pun yang sekarang masih hidup di muka bumi.”
Ibn al-Šalah, al-Tsa’labi, Imam al-Nawawi, al-Hafiz Ibn Hajar al-Asqalani dan kaum Sufi pada umumnya; demikian juga jumhurul-‘ulama’ dan ahl al-šalah (orang-orang saleh), semua berpendapat, bahawa Nabi Khidir a.s. masih hidup dengan jasadnya, ia akan meninggal dunia sebagai manusia pada akhir zaman. Ibn Hajar al-Asqalani di dalam Fath al-Bari menyanggah pendapat orang-orang yang menganggap Nabi Khidir a.s. telah wafat, dan mengungkapkan makna hadith yang tersebut di atas, iaitu huraian yang menekankan, bahawa Nabi Khidir a.s. masih hidup sebagai manusia. Ia manusia makhsus (dikhususkan Allah), tidak termasuk dalam pengertian hadith di atas.
Mengenai itu Ulama berpendapat:
1. Kekal bererti tidak terkena kematian. Kalau Nabi Khidir a.s. dinyatakan masih hidup, pada suatu saat ia pasti akan wafat. Dalam hal itu, ia tidak termasuk dalam pengertian ayat al-Qur’an yang tersebut di atas selagi ia akan wafat pada suatu saat.
2. Kalimat ‘di muka bumi’ yang terdapat dalam hadith tersebut, bermaksud adalah menurut ukuran yang dikenal orang Arab pada masa itu (dahulu kala) mengenai hidupnya seorang manusia di dunia. Dengan demikian maka Nabi Khidir a.s. dan bumi tempat hidupnya tidak termasuk ‘bumi’ yang disebut dalam hadith di atas, kerana ‘bumi’ tempat hidupnya tidak dikenal orang-orang Arab.
3. Yang dimaksud dalam hal itu ialah generasi Rasulullah s.a.w. terpisah sangat jauh dari masa hidupnya Nabi Khidir a.s. Demikian menurut pendapat Ibn Umar, iaitu tidak akan ada seorang pun yang mendengar bahawa Nabi Khidir a.s. wafat setelah usianya lewat seratus tahun. Hal itu terbukti dari wafatnya seorang bernama Abu al-Thifl Amir, satu-satunya orang yang masih hidup setelah seratus tahun sejak adanya kisah tentang Nabi Khidir a.s.
4. Apa yang dimaksud ‘yang masih hidup’ dalam hadith tersebut ialah: tidak ada seorang pun dari kalian yang pernah melihatnya atau mengenalnya. Itu memang benar juga.
5. Ada pula yang mengatakan, bahawa yang dimaksud kalimat tersebut (yang masih hidup) ialah menurut keumuman (ghalib) yang berlaku sebagai kebiasaaan. Menurut kebiasaan amat sedikit jumlah orang yang masih hidup mencapai usia seratus tahun. Jika ada, jumlah mereka sangat sedikit dan menyimpang dari kaedah kebiasaaan; seperti yang ada di kalangan orang-orang Kurdistan, orang-orang Afghanistan, orang-orang India dan orang-orang dari penduduk Eropah Timur.
Nabi Khidir a.s. masih hidup dengan jasadnya atau dengan jasad yang baru.
Dari semua pendapat tersebut, dapat disimpulkan: Nabi Khidir a.s. masih hidup dengan jasad dan ruhnya, itu tidak terlalu jauh dari kemungkinan sebenarnya. Tegasnya, Nabi Khidir a.s masih hidup; atau, ia masih hidup hanya dengan ruhnya, mengingat kekhususan sifatnya.
Ruhnya lepas meninggalkan Alam Barzakh berkeliling di alam dunia dengan jasadnya yang baru (mutajassidah). Itupun tidak terlalu jauh dari kemungkinan sebenarnya. Dengan demikian maka pendapat yang menganggap Nabi Khidir a.s. masih hidup atau telah wafat, berkesimpulan sama; iaitu: Nabi Khidir a.s. masih hidup dengan jasadnya sebagai manusia, atau, hidup dengan jasad ruhi (ruhani). Jadi, soal kemungkinan bertemu dengan Nabi Khidir a.s. atau melihatnya adalah benar sebenar-benarnya. Semua riwayat mengenai Nabi Khidir a.s. yang menjadi pembicaraan ahlullah (orang-orang bertaqwa dan dekat dengan Allah S.W.T.) adalah kenyataan yang benar terjadi.
Silakan lihat kitab Ušul al-Wušul karya Imam al-Ustaz Muhammad Zaki Ibrahim, Jilid I, Bab: Kisah Khidir Bainas-Šufiyah Wa al-‘Ulama’. Dipetik dengan sedikit perubahan dari al-Hamid al-Husaini, al-Bayan al-Syafi Fi Mafahimil Khilafiyah; Liku-liku Bid‘ah dan Masalah Khilafiyah (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, 1998, m.s. 488).
Bediuzzaman Said Nursi di dalam Maktubat, al-Maktub al-Awwal, dari koleksi Rasail al-Nur.
Nursi menjawab satu soalan…adakah Sayyidina Khidr masih hidup?
Nursi menjawab ya…kerana ‘hayah’ itu 5 peringkat. Nabi Khidr di peringkat kedua.
5 Peringkat ‘hayah’ itu ialah:
1. Kehidupan kita sekarang yang banyak terikat pada masa dan tempat.
2. Kehidupan Sayyidina Khidr dan Sayyidina Ilyas. Mereka mempunyai sedikit kebebasan dari ikatan seperti kita. Mereka boleh berada di byak tempat dalam satu masa. boleh makan dan minum bila mereka mahu. Para Awliya’dan ahli kasyaf telah meriwayatkan secara mutawatir akan wujudnya ‘hayah’ di peringkat ini. Sehingga di dalam maqam ‘walayah’ ada dinamakan maqam Khidr.
3.Peringkat ketiga ni seperti kehidupan Nabi Idris dan Nabi Isa. Nursi kata, peringkat ini kehidupan nurani yang menghampiri hayah malaikat.
4.Peringkat ni pula…ialah kehidupan para syuhada’. Mereka tidak mati, tetapi mereka hidup seperti disebut dalam al-Qur’an. Ustaz Nursi sendiri pernah musyahadah peringkat kehidupan ini.
5.Dan yang ni Hayah atau kehidupan rohani sekalian ahli kubur yang meninggal
Wallahhua’lam. Subhanaka la ‘ilma lana innaka antal ‘alimul hakim
Diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Hatim dalam kitab Tafsir:
Bercerita
kepadaku ayahku, yang didengarnya dari Abdul Aziz Al-Ausiy, dari Ali bin Abu
Ali, dari Ja'far bin Muhammad bin Ali bin Husain, dari ayahnya, katanya Ali bin
Abi Talib berkata: .
Ketika wafat
Rasulullah SAW, datanglah ucapan takziah. Datang kepada mereka (keluarga Nabi
SAW) orang yang memberi takziah. Mereka mendengar orang memberi takziah tetapi
tidak melihat orangnya.
Bunyi suara
itu begini :
.Assalamu
Alaikum Ahlal Bait Warahmatullahi Wabarakatuh. Setiap yang bernyawa akan
merasakan mati. Hanyasanya disempurnakan pahala kamu pada hari kiamat.
Sesungguhnya dalam agama Allah ada pemberi takziah bagi setiap musibah, bagi
Allah ada pengganti setiap ada yang binasa, begitu juga menemukan bagi setiap
yang hilang. Kepada Allah-lah kamu berpegang dan kepada-Nya mengharap.
Sesungguhnya orang yang diberi musibah adalah yang diberi ganjaran pahala..
Berkata Imam Ja'far as Shadiq :
.Bercerita kepadaku ayahku bahawa Ali bin Abi Talib ada berkata : .
Tahukah kamu siapa ini? Ini adalah suara Nabi Khidir..
Berkata Muhammad bin Ja'far : .
Adalah ayahku, yaitu Ja'far bin Muhammad, menyebutkan tentang riwayat dari ayahnya, dari datuknya, dari Imam Ali bin Abi Talib bahawa datang ke rumahnya satu rombongan kaum Quraisy kemudian dia berkata kepada mereka: .
Maukah kamu aku ceritakan kepada kamu tentang Abul Qasim (Muhammad SAW)?.
Kaum Quraisy itu menjawab: .
Tentu saja mau..
Imam Ali bin Abi Talib berkata: .
Jibril
Alaihis salam pernah berkata kepada Rasulullah SAW :
.Selamat sejahtera ke atas kamu wahai Ahmad. Inilah akhir watanku (negeriku) di bumi. Sesungguhnya hanya engkaulah hajatku di dunia.. Maka tatkala Rasulullah SAW wafat, datanglah orang yang memberi takziah, mereka mendengarnya tetapi tidak melihat orangnya. Orang yang memberi takziah itu berkata: .Selamat sejahtera ke atas kamu wahai ahli bait. Sesungguhnya pada agama Allah ada pemberi takziah setiap terjadi musibah, dan bagi Allah ada yang menggantikan setiap ada yang binasa. Maka kepada Allah-lah kamu berpegang dan kepada-Nya mengharap. Sesungguhnya orang yang diberi musibah adalah yang diberi ganjaran pahala.. Mendengar yang demikian Imam Ali bin Abi Talib berkata: .Tahukah kamu siapa yang datang itu? Itu adalah Khidir..
.Selamat sejahtera ke atas kamu wahai Ahmad. Inilah akhir watanku (negeriku) di bumi. Sesungguhnya hanya engkaulah hajatku di dunia.. Maka tatkala Rasulullah SAW wafat, datanglah orang yang memberi takziah, mereka mendengarnya tetapi tidak melihat orangnya. Orang yang memberi takziah itu berkata: .Selamat sejahtera ke atas kamu wahai ahli bait. Sesungguhnya pada agama Allah ada pemberi takziah setiap terjadi musibah, dan bagi Allah ada yang menggantikan setiap ada yang binasa. Maka kepada Allah-lah kamu berpegang dan kepada-Nya mengharap. Sesungguhnya orang yang diberi musibah adalah yang diberi ganjaran pahala.. Mendengar yang demikian Imam Ali bin Abi Talib berkata: .Tahukah kamu siapa yang datang itu? Itu adalah Khidir..
Berkata Saif bin Amr At-Tamimi dalam kitabnya Ar-Riddah, yang diterimanya dari Said bin Abdullah, dari Ibnu Umar mengatakan: .Ketika wafat Rasulullah SAW, datanglah Abu Bakar ke rumah Rasulullah. Ketika beliau melihat jenazah Rasulullah SAW, beliau berkata: .
Inna Lillahi
Wa Inna Ilaihi Rajiun.. Kemudian beliau bersama sahabat-sahabat yang lain
menyembahyangkan jenazah Rasulullah SAW. Pada waktu mereka menyembahyangkan
jenazah Rasulullah SAW, mereka mendengar suara ajaib. Selesai solat dan mereka
pun semuanya sudah diam, mereka mendengar suara orang di pintu mengatakan:
.Selamat sejahtera ke atas kamu wahai Ahli Bait. Setiap yang bernyawa akan
merasakan kematian. Hanya saja disempurnakan pahala kamu pada hari kiamat.
Sesungguhnya pada agama Allah ada pengganti setiap ada yang binasa dan ada kelepasan dari segala yang menakutkan. Kepada Allah-lah kamu mengharap dan dengan-Nya berpegang. Orang yang diberi musibah akan diberi ganjaran. Dengarlah itu dan hentikan kamu menangis itu."
Mereka melihat ke arah suara itu tetapi tidak melihat orangnya. Kerana sedihnya mereka
menangis lagi. Tiba-tiba terdengar lagi suara yang lain mengatakan: .
Wahai Ahli
Bait, ingatlah kepada Allah dan pujilah Dia dalam segala hal, maka jadilah kamu
golongan orang mukhlisin. Sesungguhnya dalam agama Allah ada pemberi takziah
setiap terjadi musibah, dan ada pengganti setiap ada yang binasa. Maka kepada
Allah-lah kamu berpegang dan kepada-Nya taat. Sesungguhnya orang yang diberi
musibah adalah orang yang diberi pahala..
Mendengar
yang demikian itu berkata Abu Bakar: .
Ini adalah
Khidir dan Ilyas. Mereka datang atas kematian Rasulullah SAW..
Berkata Ibnu Abu Dunia, yang didengarnya dari Kamil bin Talhah,
dari Ubad
bin Abdul Samad, dari Anas bin Malik, mengatakan: .
Sewaktu
Rasulullah SAW meninggal dunia, berkumpullah sahabat-sahabat beliau di
sekeliling jenazahnya menangisi kematian beliau. Tiba-tiba datang kepada mereka
seorang lelaki yang bertubuh tinggi memakai kain panjang. Dia datang dari pintu
dalam keadaan menangis. Lelaki itu menghadap kepada sahabat-sahabat dan
berkata: .Sesungguhnya dalam agama Allah ada pemberi takziah setiap terjadi
musibah, ada pengganti setiap ada yang hilang. Bersabarlah kamu kerana
sesungguhnya orang yang diberi musibah itu akan diberi ganjaran..
Kemudian lelaki itu pun menghilang daripada pandangan para sahabat. Abu Bakar berkata:
.Datang ke
sini lelaki yang memberi takziah.. Mereka memandang ke kiri dan kanan tetapi
lelaki itu tidak nampak lagi. Abu Bakar berkata: .Barangkali yang datang itu
adalah Khidir, saudara nabi kita. Beliau datang memberi takziah atas kematian
Rasulullah SAW..
Berkata Ibnu
Syahin dalam kitabnya Al-Jana.iz: .
Bercerita
kepada kami Ibnu Abu Daud, dari Ahmad bin Amr, dari Ibnu Wahab, dari Muhammad
bin Ajlan, dari Muhammad bin Mukandar, berkata: .
Pernah pada
suatu hari Umar bin Khattab menyembahyangkan jenazah, tiba-tiba beliau
mendengar suara di belakangnya: janganlah mendahului dari kami mengerjakan
solat jenazah ini. Tunggulah sudah sempurna dan cukup orang di belakang baru
memulakan takbir.. Kemudian lelaki itu berkata lagi: .Kalau engkau siksa dia ya
Allah, maka sesungguhnya dia telah durhaka kepada-Mu. Tetapi kalau Engkau mahu
mengampuni dia, maka dia betul-betul mengharap keampunan dari-Mu..Umar bersama
sahabat-sahabat yang lain sempat juga melihat lelaki itu. Tatkala mayat itu
sudah dikuburkan, lelaki itu masih meratakan tanah itu sambil berkata:
.Beruntunglah engkau wahai orang yang dikuburkan di sini.
KISAH NABI KHIDIR AS
Salah satu
kisah Al-Qur’an yang sangat mengagumkan dan dipenuhi dengan misteri adalah,
kisah seseorang hamba yang Allah SWT memberinya rahmat dari sisi-Nya dan
mengajarinya ilmu. Kisah tersebut terdapat dalam surah al-Kahfi di mana
ayat-ayatnya dimulai dengan cerita Nabi Musa, yaitu:
“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: ‘Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan-jalan sampai bertahun-tahun.” (QS. al-Kahfi: 60)
Kalimat yang samar menunjukkan bahwa Musa telah bertekad untuk meneruskan perjalanan selama waktu yang cukup lama kecuali jika beliau mampu mencapai majma’ al-Bahrain (pertemuan dua buah lautan). Di sana terdapat suatu perjanjian penting yang dinanti-nanti oleh Musa ketika beliau sampai di majma‘ al-Bahrain. Anda dapat merenungkan betapa tempat itu sangat misterius dan samar. Para musafir telah merasakan keletihan dalam waktu yang lama untuk mengetahui hakikat tempat ini. Ada yang mengatakan bahwa tempat itu adalah laut Persia dan Romawi. Ada yang mengatakan lagi bahwa itu adalah laut Jordania atau Kulzum. Ada yang mengatakan juga bahwa itu berada di Thanjah. Ada yang berpendapat, itu terletak di Afrika. Ada lagi yang mengatakan bahwa itu adalah laut Andalus. Tetapi mereka tidak dapat menunjukkan bukti yang kuat dari tempat-tempat itu.
“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: ‘Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan-jalan sampai bertahun-tahun.” (QS. al-Kahfi: 60)
Kalimat yang samar menunjukkan bahwa Musa telah bertekad untuk meneruskan perjalanan selama waktu yang cukup lama kecuali jika beliau mampu mencapai majma’ al-Bahrain (pertemuan dua buah lautan). Di sana terdapat suatu perjanjian penting yang dinanti-nanti oleh Musa ketika beliau sampai di majma‘ al-Bahrain. Anda dapat merenungkan betapa tempat itu sangat misterius dan samar. Para musafir telah merasakan keletihan dalam waktu yang lama untuk mengetahui hakikat tempat ini. Ada yang mengatakan bahwa tempat itu adalah laut Persia dan Romawi. Ada yang mengatakan lagi bahwa itu adalah laut Jordania atau Kulzum. Ada yang mengatakan juga bahwa itu berada di Thanjah. Ada yang berpendapat, itu terletak di Afrika. Ada lagi yang mengatakan bahwa itu adalah laut Andalus. Tetapi mereka tidak dapat menunjukkan bukti yang kuat dari tempat-tempat itu.
Seandainya tempat itu harus disebutkan niscaya Allah SWT akan rnenyebutkannya. Namun Al-Qur’an al-Karim sengaja menyembunyikan tempat itu, sebagaimana Al-Qur’an tidak menyebutkan kapan itu terjadi. Begitu juga, Al-Qur’an tidak menyebutkan nama-nama orang-orang yang terdapat dalam kisah itu karena adanya hikmah yang tinggi yang kita tidak mengetahuinya. Kisah tersebut berhubungan dengan suatu ilmu yang tidak kita miliki, karena biasanya ilmu yang kita kuasai berkaitan dengan sebab-sebab tertentu. Dan tidak juga ia berkaitan dengan ilmu para nabi karena biasanya ilmu para nabi berdasarkan wahyu. Kita sekarang berhadapan dengan suatu ilmu dari suatu hakikat yang samar; ilmu yang berkaitan dengan takdir yang sangat tinggi; ilmu yang dipenuhi dengan rangkaian tabir yang tebal.
Di samping itu, tempat pertemuan dan waktunya antara hamba yang mulia ini dan Musa juga tidak kita ketahui. Demikianlah kisah itu terjadi tanpa memberitahumu kapan terjadi dan di tempat mana. Al-Qur’an sengaja menyembunyikan hal itu, bahkan Al-Qur’an sengaja menyembunyikan pahlawan dari kisah ini. Allah SWT mengisyaratkan hal tersebut dalam firman-Nya:
“Seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (QS. al-Kahfi: 65).
Al-Qur’an al-Karim tidak menyebutkan siapa nama hamba yang dimaksud, yaitu seorang hamba yang dicari oleh Musa agar ia dapat belajar darinya. Nabi Musa adalah seseorang yang diajak bebicara langsung oleh Allah SWT dan ia salah seorang ulul azmi dari para rasul. Beliau adalah pemilik mukjizat tongkat dan tangan yang bercahaya dan seorang Nabi yang Taurat diturunkan kepadanya tanpa melalui perantara. Namun dalam kisah ini, beliau menjadi seorang pencari ilmu yang sederhana yang harus belajar kepada gurunya dan menahan penderitaan di tengah-tengah belajarnya itu. Lalu, siapakah gurunya atau pengajarnya? Pengajarnya adalah seorang hamba yang tidak disebutkan namanya dalam Al-Qur’an meskipun dalam hadis yang suci disebutkan bahwa ia adalah Khidir as.
Musa berjalan bersama hamba yang menerima ilmunya dari Allah SWT tanpa sebab-sebab penerimaan ilmu yang biasa kita ketahui. Mula-mula Khidir menolak ditemani oleh Musa. Khidir memberitahu Musa bahwa ia tidak akan mampu bersabar bersamanya. Akhirnya, Khidir mau ditemani oleh Musa tapi dengan syarat, hendaklah ia tidak bertanya tentang apa yang dilakukan Khidir sehingga Khidir menceritakan kepadanya. Khidir merupakan simbol ketenangan dan diam; ia tidak berbicara dan gerak-geriknya menimbulkan kegelisahan dan kebingungan dalam diri Musa. Sebagian tindakan yang dilakukan oleh Khidir jelas-jelas dianggap sebagai kejahatan di mata Musa; sebagian tindakan Khidir yang lain dianggap Musa sebagai hal yang tidak memiliki arti apa pun; dan tindakan yang lain justru membuat Musa bingung dan membuatnya menentang. Meskipun Musa memiliki ilmu yang tinggi dan kedudukan yang luar biasa namun beliau mendapati dirinya dalam keadaan kebingungan melihat perilaku hamba yang mendapatkan karunia ilmunya dari sisi Allah SWT.
Ilmu Musa yang berlandaskan syariat menjadi bingung ketika menghadapi ilmu hamba ini yang berlandaskan hakikat. Syariat merupakan bagian dari hakikat. Terkadang hakikat menjadi hal yang sangat samar sehingga para nabi pun sulit memahaminya. Awan tebal yang menyelimuti kisah ini dalam Al-Qur’an telah menurunkan hujan lebat yang darinya mazhab-mazhab sufi di dalam Islam menjadi segar dan tumbuh. Bahkan terdapat keyakinan yang menyatakan adanya hamba-hamba Allah SWT yang bukan termasuk nabi dan syuhada namun para nabi dan para syuhada “cemburu” dengan ilmu mereka. Keyakinan demikian ini timbul karena pengaruh kisah ini.
Para ulama berbeda pendapat berkenaan dengan Khidir. Sebagian mereka mengatakan bahwa ia seorang wali dari wali-wali Allah SWT. Sebagian lagi mengatakan bahwa ia seorang nabi. Terdapat banyak cerita bohong tentang kehidupan Khidir dan bagaimana keadaannya. Ada yang mengatakan bahwa ia akan hidup sampai hari kiamat. Yang jelas, kisah Khidir tidak dapat dijabarkan melalui nas-nas atau hadis-hadis yang dapat dipegang (otentik). Tetapi kami sendiri berpendapat bahwa beliau meninggal sebagaimana meninggalnya hamba-hamba Allah SWT yang lain. Sekarang, kita tinggal membahas kewaliannya dan kenabiannya. Tentu termasuk problem yang sangat rumit atau membingungkan. Kami akan menyampaikan kisahnya dari awal sebagaimana yang dikemukakan dalam Al-Qur’an.
Nabi Musa as berbicara di tengah-tengah Bani Israil. Ia mengajak mereka untuk menyembah Allah SWT dan menceritakan kepada mereka tentang kebenaran. Pembicaraan Nabi Musa sangat komprehensif dan tepat. Setelah beliau menyampaikan pembicaraannya, salah seorang Bani Israil bertanya: “Apakah ada di muka bumi seseorang yang lebih alim darimu wahai Nabi Allah?” Dengan nada emosi, Musa menjawab: “Tidak ada.”
Allah SWT tidak setuju dengan jawaban Musa. Lalu Allah SWT mengutus Jibril untuk bertanya kepadanya: “Wahai Musa, tidakkah engkau mengetahui di mana Allah SWT meletakkan ilmu-Nya?” Musa mengetahui bahwa ia terburu-buru mengambil suatu keputusan. Jibril kembali berkata kepadanya: “Sesungguhnya Allah SWT mempunyai seorang hamba yang berada di majma’ al-Bahrain yang ia lebih alim daripada kamu.” Jiwa Nabi Musa yang mulia rindu untuk menambah ilmu, lalu timbullah keinginan dalam dirinya untuk pergi dan menemui hamba yang alim ini. Musa bertanya bagaimana ia dapat menemui orang alim itu. Kemudian ia mendapatkan perintah untuk pergi dan membawa ikan di keranjang. Ketika ikan itu hidup dan melompat ke lautan maka di tempat itulah Musa akan menemui hamba yang alim.
Akhirnya, Musa pergi guna mencari ilmu dan beliau ditemani oleh seorang pembantunya yang masih muda. Pemuda itu membawa ikan di keranjang. Kemudian mereka berdua pergi untuk mencari hamba yang alim dan saleh. Tempat yang mereka cari adalah tempat yang sangat samar dan masalah ini berkaitan dengan hidupnya ikan di keranjang dan kemudian ikan itu akan melompat ke laut. Namun Musa berkeinginan kuat untuk menemukan hamba yang alim ini walaupun beliau harus berjalan sangat jauh dan menempuh waktu yang lama.
Musa berkata kepada pembantunya: “Aku tidak memberimu tugas apa pun kecuali engkau memberitahuku di mana ikan itu akan berpisah denganmu.” Pemuda atau pembantunya berkata: “Sungguh engkau hanya memberi aku tugas yang tidak terlalu berat.” Kedua orang itu sampai di suatu batu di sisi laut. Musa tidak kuat lagi menahan rasa kantuk sedangkan pembantunya masih bergadang. Angin bergerak ke tepi lautan sehingga ikan itu bergerak dan hidup lalu melompat ke laut. Melompatnya ikan itu ke laut sebagai tanda yang diberitahukan Allah SWT kepada Musa tentang tempat pertamuannya dengan seseorang yang bijaksana yang mana Musa datang untuk belajar kepadanya. Musa bangkit dari tidurnya dan tidak mengetahui bahwa ikan yang dibawanya telah melompat ke laut sedangkan pembantunya lupa untuk menceritakan peristiwa yang terjadi. Lalu Musa bersama pemuda itu melanjutkan perjalanan dan mereka lupa terhadap ikan yang dibawanya. Kemudian Musa ingat pada makanannya dan ia telah merasakan keletihan. Ia berkata kepada pembantunya: “Coba bawalah kepada kami makanan siang kami, sungguh kami telah merasakan keletihan akibat dari perjalanan ini.”
Pembantunya mulai ingat tentang apa yang terjadi. Ia pun mengingat bagaimana ikan itu melompat ke lautan. Ia segera menceritakan hal itu kepada Nabi Musa. Ia meminta maaf kepada Nabi Musa karena lupa menceritakan hal itu. Setan telah melupakannya. Keanehan apa pun yang menyertai peristiwa itu, yang jelas ikan itu memang benar-benar berjalan dan bergerak di lautan dengan suatu cara yang mengagumkan. Nabi Musa merasa gembira melihat ikan itu hidup kembali di lautan dan ia berkata: “Demikianlah yang kita inginkan.” Melompatnya ikan itu ke lautan adalah sebagai tanda bahwa di tempat itulah mereka akan bertemu dengan seseorang lelaki yang alim. Nabi Musa dan pembantunya kembali dan menelusuri tempat yang dilaluinya sampai ke tempat yang di situ ikan yang dibawanya bergerak dan menuju ke lautan.
Perhatikanlah permulaan kisah: bagaimana Anda berhadapan dengan suatu kesamaran dan tabir yang tebal di mana ketika Anda menjumpai suatu tabir di depan Anda terpampang maka sebelum tabir itu tersingkap Anda harus berhadapan dengan tabir-tabir yang lain. Akhirnya, Musa sampai di tempat di mana ikan itu melompat. Mereka berdua sampai di batu di mana keduanya tidur di dekat situ, lalu ikan yang mereka bawa keluar menuju laut. Di sanalah mereka mendapatkan seorang lelaki. Kami tidak mengetahui namanya, dan bagaimana bentuknya, dan bagaimana bajunya; kami pun tidak mengetahui usianya. Yang kita ketahui hanyalah gambaran dalam yang dijelaskan oleh Al-Qur’an: “Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahrnat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. “
Inilah aspek yang penting dalam kisah itu. Kisah itu terfokus pada sesuatu yang ada di dalam jiwa, bukan tertuju pada hal-hal yang bersifat fisik atau lahiriah. Allah SWT berfirman:
“Maka tatkala mereka berjalan sampai ke pertemuan dua buah laut itu, maka mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. Tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: ‘Bawalah ke rnari makanan kita; sesungguhnya kita merasa letih karena perjalanan hita ini.’ Muridnya menjawab: ‘Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali setan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.’ Musa berkata: ‘Itulah (tempat) yang kita cari; lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. ” (QS. al-Kahfi: 61-65).
Bukhari mengatakan bahwa Musa dan pembantunya menemukan Khidir di atas sajadah hijau di tengah-tengah lautan. Ketika Musa melihatnya, ia menyampaikan salam kepadanya. Khidir berkata: “Apakah di bumimu ada salam? Siapa kamu?” Musa menjawab: “Aku adalah Musa.” Khidir berkata: “Bukankah engkau Musa dari Bani Israil. Bagimu salam wahai Nabi dari Bani Israil.” Musa berkata: “Dari mana kamu mengenal saya?” Khidir menjawab: “Sesungguhnya yang mengenalkan kamu kepadaku adalah juga yang memberitahu aku siapa kamu. Lalu, apa yang engkau inginkan wahai Musa?” Musa berkata dengan penuh kelembutan dan kesopanan: “Apakah aku dapat mengikutimu agar engkau dapat mengajariku sesuatu yang engkau telah memperoleh karunia dari-Nya.” Khidir berkata: “Tidakkah cukup di tanganmu Taurat dan bukankah engkau telah mendapatkan wahyu. Sungguh wahai Musa, jika engkau ingin mengikutiku engkau tidak akan mampu bersabar bersamaku.”
Kita ingin memperhatikan sejenak perbedaan antara pertanyaan Musa yang penuh dengan kesopanan dan kelembutan dan jawaban Khidir yang tegas di mana ia memberitahu Musa bahwa ilmunya tidak harus diketahui oleh Musa, sebagaimana ilmu Musa tidak diketahui oleh Khidir. Para ahli tafsir mengemukakan bahwa Khidir berkata kepada Musa: “Ilmuku tidak akan engkau ketahui dan engkau tidak akan mampu sabar untuk menanggung derita dalam memperoleh ilmu itu. Aspek-aspek lahiriah yang engkau kuasai tidak dapat menjadi landasan dan ukuran untuk menilai ilmuku. Barangklali engkau akan melihat dalam tindakan-tindakanku yang tidak engkau pahami sebab-sebabnya. Oleh karena itu, wahai Musa, engkau tidak akan mampu bersabar ketika ingin mendapatkan ilmuku.” Musa mendapatkan suatu pernyataan yang tegas dari Khidir namun beliau kembali mengharapnya untuk mengizinkannya menyertainya untuk belajar darinya. Musa berkata kepadanya bahwa insya Allah ia akan mendapatinya sebagai orang yang sabar dan tidak akan menentang sedikit pun.
Perhatikanlah bagaimana Musa, seorang Nabi yang berdialog dengan Allah SWT, merendah di hadapan hamba ini dan ia menegaskan bahwa ia tidak akan menentang perintahnya. Hamba Allah SWT yang namanya tidak disebutkan dalam Al-Qur’an menyatakan bahwa di sana terdapat syarat yang harus dipenuhi Musa jika ia bersikeras ingin menyertainya dan belajar darinya. Musa bertanya tentang syarat ini, lalu hamba yang saleh ini menentukan agar Musa tidak bertanya sesuatu pun sehingga pada saatnya nanti ia akan mengetahuinya atau hamba yang saleh itu akan memberitahunya. Musa sepakat atas syarat tersebut dan kemudian mereka pun pergi.
Perhatikanlah firman Allah SWT dalam surah
al-Kahfi:
“Musa berkata kepadanya: ‘Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu ?’ Dia menjawab: ‘Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?’ Musa berkata: ‘Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.’ Dia berkata: ‘Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu.’” (QS. al-Kahfi: 66-70).
“Musa berkata kepadanya: ‘Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu ?’ Dia menjawab: ‘Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?’ Musa berkata: ‘Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.’ Dia berkata: ‘Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu.’” (QS. al-Kahfi: 66-70).
Musa pergi bersama Khidir. Mereka berjalan di tepi laut. Kemudian terdapat perahu yang berlayar lalu mereka berbicara dengan orang-orang yang ada di sana agar mau mengangkut mereka. Para pemilik perahu mengenal Khidir. Lalu mereka pun membawanya beserta Musa, tanpa meminta upah sedikit pun kepadanya. Ini sebagai bentuk penghormatan kepada Khidir. Namun Musa dibuat terkejut ketika perahu itu berlabuh dan ditinggalkan oleh para pemiliknya, Khidir melobangi perahu itu. Ia mencabut papan demi papan dari perahu itu, lalu ia melemparkannya ke laut sehingga papan-papan itu dibawa ombak ke tempat yang jauh.
Musa menyertai Khidir dan melihat tindakannya dan kemudian ia berpikir. Musa berkata kepada dirinya sendiri: “Apa yang aku lakukan di sini, mengapa aku berada di tempat ini dan menemani laki-laki ini? Mengapa aku tidak tinggal bersama Bani Israil dan membacakan Kitab Allah SWT sehingga mereka taat kepadaku? Sungguh Para pemilik perahu ini telah mengangkut kami tanpa meminta upah. Mereka pun memuliakan kami tetapi guruku justru merusak perahu itu dan melobanginya.” Tindakan Khidir di mata Musa adalah tindakan yang tercela. Kemudian bangkitlah emosi Musa sebagai bentuk kecemburuannya kepada kebenaran. Ia terdorong untuk bertanya kepada gurunya dan ia lupa tentang syarat yang telah diajukannya, agar ia tidak bertanya apa pun yang terjadi. Musa berkata: “Apakah engkau melobanginya agar para penumpangnya tenggelam? Sungguh engkau telah melakukan sesuatu yang tercela.” Mendengar pertanyaan lugas Musa, hamba Allah SWT itu menoleh kepadanya dan menunjukkan bahwa usaha Musa untuk belajar darinya menjadi sia-sia karena Musa tidak mampu lagi bersabar. Musa meminta maaf kepada Khidir karena ia lupa dan mengharap kepadanya agar tidak menghukumnya.
Kemudian mereka berdua berjalan melewati suatu kebun yang dijadikan tempat bermain oleh anak-anak kecil. Ketika anak-anak kecil itu sudah letih bermain, salah seorang mereka tampak bersandar di suatu pohon dan rasa kantuk telah menguasainya. Tiba-tiba, Musa dibuat terkejut ketika melihat hamba Allah SWT ini membunuh anak kacil itu. Musa dengan lantang bertanya kepadanya tentang kejahatan yang baru saja dilakukannya, yaitu membunuh anak laki-laki yang tidak berdosa. Hamba Allah SWT itu kembali mengingatkan Musa bahwa ia tidak akan mampu bersabar bersamanya. Musa meminta maaf kepadanya karena lagi-lagi ia lupa. Musa berjanji tidak akan bertanya lagi. Musa berkata ini adalah kesempatan terakhirku untuk menemanimu. Mereka pun pergi dan meneruskan perjalanan. Mereka memasuki suatu desa yang sangat bakhil. Musa tidak mengetahui mengapa mereka berdua pergi ke desa itu dan mengapa tinggal dan bermalam di sana. Makanan yang mereka bawa habis, lalu mereka meminta makanan kepada penduduk desa itu, tetapi penduduk itu tidak mau memberi dan tidak mau menjamu mereka.
Kemudian datanglah waktu sore. Kedua orang itu ingin beristirahat di sebelah dinding yang hampir roboh. Musa dibuat terkejut ketika melihat hamba itu berusaha membangun dinding yang nyaris roboh itu. Bahkan ia menghabiskan waktu malam untuk memperbaiki dinding itu dan membangunnya seperti baru. Musa sangat heran melihat tindakan gurunya. Bagi Musa, desa yang bakhil itu seharusnya tidak layak untuk mendapatkan pekerjaan yang gratis ini. Musa berkata: “Seandainya engkau mau, engkau bisa mendapat upah atas pembangunan tembok itu.” Mendengar perkataan Musa itu, hamba Allah SWT itu berkata kepadanya: “Ini adalah batas perpisahan antara dirimu dan diriku.” Hamba Allah SWT itu mengingatkan Musa tentang pertanyaan yang seharusnya tidak dilontarkan dan ia mengingatkannya bahwa pertanyaan yang ketiga adalah akhir dari pertemuan.
Kemudian hamba Allah SWT itu menceritakan kepada Musa dan membongkar kesamaran dan kebingungan yang dihadapi Musa. Setiap tindakan hamba yang saleh itu—yang membuat Musa bingung—bukanlah hasil dari rekayasanya atau dari inisiatifnya sendiri, ia hanya sekadar menjadi jembatan yang digerakkan oleh kehendak Yang Maha Tingi di mana kehendak yang tinggi ini menyiratkan suatu hikmah yang tersembunyi. Tindakan-tindakan yang secara lahiriah tampak keras namun pada hakikatnya justru menyembunyikan rahmat dan kasih sayang. Demikianlah bahwa aspek lahiriah bertentangan dengan aspek batiniah. Hal inilah yang tidak diketahui oleh Musa. Meskipun Musa memiliki ilmu yang sangat luas tetapi ilmunya tidak sebanding dengan hamba ini. Ilmu Musa laksana setetes air dibandingkan dengan ilmu hamba itu, sedangkan hamba Allah SWT itu hanya memperoleh ilmu dari Allah SWT sedikit, sebesar air yang terdapat pada paruh burung yang mengambil dari lautan.
Allah SWT berfirman:
“Maka berjalanlah heduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidir melobanginya. Musa berkata: ‘Mengapa kamu melobangi perahu itu yang akibatnya hamu menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.’ Dia (Khidir) berkata: ‘Bukankah aku telah berkata: ‘Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku.’ Musa berkata: ‘Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku.’ Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidir membunuhnya. Musa berkata: ‘Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih itu, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar.’ Khidir berkata: ‘Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan sabar bersamaku?’ Musa berkata: ‘Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah engkau memperbolehkan aku menyertairnu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur kepadaku.’ Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidir menegakkan dinding itu. Musa berkata: ‘Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu.’ Khidir berkata: ‘Inilah perpisahan antara aku dengan kamu. Aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin dan kami khawatir bahwa dia ahan mendorong orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki supaya Tuhan mereha mengganti bagi mereka dengan anak yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam dari hasih sayangnya (kepada ibu dan bapaknya). Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya seseorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakuhannya itu menurut kemauanku sendvri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.’” (QS. al-Kahfi: 71-82).
“Maka berjalanlah heduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidir melobanginya. Musa berkata: ‘Mengapa kamu melobangi perahu itu yang akibatnya hamu menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.’ Dia (Khidir) berkata: ‘Bukankah aku telah berkata: ‘Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku.’ Musa berkata: ‘Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku.’ Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidir membunuhnya. Musa berkata: ‘Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih itu, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar.’ Khidir berkata: ‘Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan sabar bersamaku?’ Musa berkata: ‘Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah engkau memperbolehkan aku menyertairnu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur kepadaku.’ Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidir menegakkan dinding itu. Musa berkata: ‘Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu.’ Khidir berkata: ‘Inilah perpisahan antara aku dengan kamu. Aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin dan kami khawatir bahwa dia ahan mendorong orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki supaya Tuhan mereha mengganti bagi mereka dengan anak yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam dari hasih sayangnya (kepada ibu dan bapaknya). Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya seseorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakuhannya itu menurut kemauanku sendvri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.’” (QS. al-Kahfi: 71-82).
Hamba saleh itu menyingkapkan dua hal pada Musa: ia memberitahunya bahwa ilmunya, yakni ilmu Musa sangat terbatas, kemudian ia memberitahunya bahwa banyak dari musibah yang terjadi di bumi justru di balik itu terdapat rahmat yang besar. Pemilik perahu itu akan menganggap bahwa usaha melobangi perahu mereka merupakan suatu bencana bagi mereka tetapi sebenarnya di balik itu terdapat kenikmatan, yaitu kenikmatan yang tidak dapat diketahui kecuali setelah terjadinya peperangan di mana raja akan memerintahkan untuk merampas perahu-perahu yang ada. Lalu raja itu akan membiarkan perahu-perahu yang rusak. Dengan demikian, sumber rezeki keluarga-keluarga mereka akan tetap terjaga dan mereka tidak akan mati kelaparan. Demikian juga orang tua anak kecil yang terbunuh itu akan menganggap bahwa terbunuhnya anak kecil itu sebagai musibah, namun kematiannya justru membawa rahmat yang besar bagi mereka karena Allah SWT akan memberi mereka—sebagai ganti darinya—anak yang baik yang dapat menjaga mereka dan melindungi mereka pada saat mereka menginjak masa tua dan mereka tidak akan menampakkan kelaliman dan kekufuran seperti anak yang terbunuh. Demikianlah bahwa nikmat terkadang membawa sesuatu bencana dan sebaliknya, suatu bencana terkadang membawa nikmat. Banyak hal yang lahirnya baik temyata justru di balik itu terdapat keburukan.
Mula-mula Nabi Allah SWT Musa menentang dan mempersoalkan tindakan hamba Allah SWT tersebut, kemudian ia menjadi mengerti ketika hamba Allah SWT itu menyingkapkan kepadanya maksud dari tindakannya dan rahmat Allah SWT yang besar yang tersembunyi dari peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Selanjutnya, Musa kembali menemui pembatunya dan menemaninya untuk kembali ke Bani Israil. Sekarang, Musa mendapatkan keyakinan yang luar biasa. Musa telah belajar dari mereka dua hal: yaitu ia tidak merasa bangga dengan ilmunya dalam syariat karena di sana terdapat ilmu hakikat, dan ia tidak mempersoalkan musibah-musibah yang dialami oleh manusia karena di balik itu terdapat rahmat Allah SWT yang tersembunyi yang berupa kelembutan-Nya dan kasih sayang-Nya. Itulah pelajaran yang diperoleh Nabi Musa as dari hamba ini. Nabi Musa mengetahui bahwa ia berhadapan dengan lautan ilmu yang baru di mana ia bukanlah lautan syariat yang diminum oleh para nabi. Kita berhadapan dengan lautan hakikat, di hadapan ilmu takdir yang tertinggi; ilmu yang tidak dapat kita jangkau dengan akal kita sebagai manusia biasa atau dapat kita cerna dengan logika biasa. Ini bukanlah ilmu eksperimental yang kita ketahui atau yang biasa terjadi di atas bumi, dan ia pun bukan ilmu para nabi yang Allah SWT wahyukan kepada mereka.
Kita sekarang sedang membahas ilmu yang baru. Lalu siapakah pemilik ilmu ini? Apakah ia seorang wali atau seorang nabi? Mayoritas kaum sufi berpendapat bahwa hamba Allah SWT ini dari wali-wali Allah SWT. Allah SWT telah memberinya sebagian ilmu laduni kepadanya tanpa sebab-sebab tertentu. Sebagian ulama berpendapat bahwa hamba saleh ini adalah seorang nabi. Untuk mendukung pernyataannya ulama-ulama tersebut menyampaikan beberapa argumentasi melalui ayat Al-Qur’an yang menunjukkan kenabiannya.
Pertama, firman-Nya:
“Lalu mereka bertemu dengan searang hamba di antara hamba-ham-ba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.”
Kedua, perkataan Musa kepadanya:
“Musa berkata kepadanya: ‘Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?’ Dia menjawab: ‘Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu ?’ Musa berkata: ‘lnsya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orangyang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.’ Dia berkata: ‘Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu rmnanyakan kepadaku tentang sesuatu pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu,’” (QS. al-Kahfi: 66-70)
Seandainya ia seorang wali dan bukan seorang nabi maka Musa tidak akan berdiaog atau berbicara dengannya dengan cara yang demikian dan ia tidak akan menjawab kepada Musa dengan jawaban yang demikian. Bila ia bukan seorang nabi maka berarti ia tidak maksum sehingga Musa tidak harus memperoleh ilmu dari seseorang wali yang tidak maksum.
Ketiga, Khidir menunjukkan keberaniannya untuk membunuh anak kecil itu melalui wahyu dari Allah SWT dan perintah dari-Nya. Ini adalah dalil tersendiri yang menunjukkan kenabiannya dan bukti kuat yang menunjukkan kemaksumannya. Sebab, seorang wali tidak boleh membunuh jiwa yang tidak berdosa dengan hanya berdasarkan kepada keyakinannya dan hatinya. Boleh jadi apa yang terlintas dalam hatinya tidak selalu maksum karena terkadang ia membuat kesalahan. Jadi, keberanian Khidir untuk membunuh anak kacil itu sebagai bukti kenabiannya.
Keempat, perkataan Khidir kepada Musa:
“Sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. ” (QS. al-Kahfi: 82)
Yakni, apa yang aku lakukan bukan dari doronganku sendiri namun ia merupakan perintah dari Allah SWT dan wahyu dari-Nya. Demikianlah pendapat para ulama dan para ahli zuhud. Para ulama berpendapat bahwa Khidir adalah seorang Nabi sedangkan para ahli zuhud dan para tokoh sufi berpendapat bahwa Khidir adalah seorang wali dari wali-wali Allah SWT.
Salah satu pernyataan Kliidir yang sering dikemukakan oleh tokoh sufi adalah perkataan Wahab bin Munabeh, Khidir berkata: “Wahai Musa, manusia akan disiksa di dunia sesuai dengan kadar kecintaan mereka atau kecenderungan mereka terhadapnya (dunia).” Sedangkan Bisyir bin Harits al-Hafi berkata: “Musa berkata kepada Khidir: “Berilah aku nasihat.” Khidir menjawab: “Mudah-mudahan Allah SWT memudahkan kamu untuk taat kepada-Nya.” Para ulama dan para ahli zuhud berselisih pendapat tentang Khidir dan setiap mereka mengklaim kebenaran pendapatnya. Perbedaan pendapat ini berujung pangkal kepada anggapan para ulama bahwa mereka adalah sebagai pewaris para nabi, sedangkan kaum sufi menganggap diri mereka sebagai ahli hakikat yang mana salah satu tokoh terkemuka dari ahli hakikat itu adalah Khidir. Kami sendiri cenderung untuk menganggap Khidir sebagai seorang nabi karena beliau menerima ilmu laduni. Yang jelas, kita tidak mendapati nas yang jelas dalam konteks Al-Qur’an yang menunjukkan kenabiannya dan kita juga tidak menemukan nas yang gamblang yang dapat kita jadikan sandaran untuk menganggapnya sebagai seorang wali yang diberi oleh Allah SWT sebagian ilmu laduni.
Barangkali kesamaran seputar pribadi yang mulia ini memang disengaja agar orang yang mengikuti kisah tersebut mendapatkan tujuan utama dari inti cerita. Hendaklah kita berada di batas yang benar dan tidak terlalu jauh mempersoalkan kenabiannya atau kewaliannya. Yang jelas, ketika kami memasukkannya dalam jajaran para n
NAMA, LAQAB, DAN KUNIYAH NABI KHIDHIR
Khidir adalah salah satu nabi yang termuat dalam namun
tidak dimasukkan dalam 25 Nabi dan Rasul karena dia hanya Nabi (bukan rasul)
bahkan ada pendapat lain mengatakan bahwa ia hanya seorang wali. Khidir
diceritakan sebagai Nabi misterius yang diberi anugerah bisa mengetahui
kejadian yang akan terjadi, dan sering bertindak menyalahi aturan yang ada
seperti membunuh dan merusak kapal orang, namun semua tindakannya
penuh dengan hikmah dan pelajarn yang dalam. Untuk mengetahui ceritra
lengkapnya silakan merujuk pada Surah ditengah masyarakat
terutama di Negara kita Indonesia bahwa barang siapa mengetahui, nama lengkap,
laqab, dan kuniyah Nabi Khidir maka akan mendapatkan “keutamaan yang luar
biasa”. Entah siapa yang melontarkan pernyataan tersebut, yang jelas itu sudah
menjadi rahasia umum terutama dikalangan dan lebih khusus lagi
dikalangan para praktisi.
Tidak sulit mencari nama, laqab,
dan kuniyah Nabi Khidir ini. Nama beliau sering dijelaskan dalam tafsir yaitu
pada surah Al-Kahfi ayat 65-82.
Nama Nabi
Khidir
Tafsir
Ruhul Bayan
اسمه بليا بباء موحدة مفتوحة ثم لام ساكنة ثم مثناة تحت ابن ملكان بفتح الميم وإسكان اللام ابن فالغ بن عابر بن شالخ بن ارفخشذ بن سام بن نوح
Balya Ibnu
Malkan Ibnu Faligh Ibnu Abar Ibnu Syalikh Ibnu Arfakhsyadz Ibnu Sam Ibnu Nuh
AS.
Pendapat
Ibnu Munabbih Yang di Kutip Qurtuby dalam Tafsirnya:
أيليا ابن ملكان بن فالغ بن شالخ بن أرفخشذ بن سام بن نوح
Ailiya Bin
Malkan Bin Faligh Bin Syalikh Bin Arfakhsyadz bin Sam Bin Nuh AS.
Nama Ibu Nabi Khidir
Disbutkan dalam Tafsir Qurtuby, nama
ibu beliau:
ألمى بنت فارس
Alma Bintu Faris
ألمى بنت فارس
Alma Bintu Faris
Kuniyah Nabi
Khidir
أبو العباس
Abul Abbas
Abul Abbas
Laqab Nabi
Khidir
Laqab adalah
gelar atau nama aliyas. Laqab beliau adalah:
الخضر
bisa dibaca
Khidir, Khadir, Khidru Artinya hijau. Banyak pendapat tentang sebab
pemberian gelar tersebut salah satunya bahwa jika beliau duduk disatu tempat
maka tempat tersebut akan berubah warnanya menjadi hijau.
abi karena ia adalah seorang guru dari Musa dan seorang ustadz baginya untuk beberapa waktu.♦
Kisah Perjalanan Ladunni Nabi Musa AS bersama muridnya serta Nabi Khaidir AS merupakan kisah yang telah lama kita kenal dan sebut-sebutkan untuk menjadi contoh tauladan kepada manusia yang berilmu. Kisah ini mengandungi pengertian yang sangat dalam dalam ertikata mengenal Sang Pencipta yang Maha Besar. Di mana tempat ‘jumpanya’ ilmu itu? Itulah dia di tempat pertemuan antara dua laut. Di situlah bermulanya Ladunni yang di sebut-sebut para Ahli Sufi. Kisah perjalanan Ladunni Nabi Musa AS dan Nabi Khaidir AS dinukilkan di dalam terjemahan Firman Allah SWT di dalam Surah Al-Kahfi (ayat 60 hingga 82). semoga mendapat manfaat bersama.
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: “Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun”. Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: “Bawalah ke mari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini”.
Muridnya menjawab: “Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali setan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.” Musa berkata: “Itulah (tempat) yang kita cari”.
Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. Musa berkata kepada Khidir: “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?”
Dia menjawab: “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?” Musa berkata: “Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun”. Dia berkata: “Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu”.
Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidir melobanginya. Musa berkata: “Mengapa kamu melobangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?” Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar. Dia (Khidir) berkata: “Bukankah aku telah berkata: “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku”
Musa berkata: “Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku”. Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidir membunuhnya. Musa berkata: “Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar”. Khidir berkata: “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?”
Musa berkata: “Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku”.
Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidir menegakkan dinding itu. Musa berkata: “Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu”. Khidir berkata: “Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; Aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.
Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).
Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya”.
Itulah kisah perjalanan Musa AS bersama Khidir AS. Itulah dia Ilmu yang diajarkan Allah kepada Khaidir AS yang di sebalik Hitam dan Putih.
…di mana ada aku, di situ ada DIA…
sumber: http://nur-asysyahadatain.blogspot.com/2012/09/nabi-khidir-dan-nabi-ilyas-hidup-sampai.html
0 Comments