Saat aksi depan kantor rektorat IAIN menuntut
TAMBORA INFO,-Sampai sejauh ini,Kejelasan nasib ratusan mahasiswa IAIN Mataram yang dipaksa cuti oleh pihak birokrasi kampus. Keputusan cuti yang di keluakan pihak  tertuang dalam papan pengumuman dengan Surat Keputusan Nomor.19/In.07/KU.00.1472/2017. Belum juga menemui titik temu. 

Setelah beberapa kali melakukan aksi ditempuh oleh mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa IAIN Menggugat. dan dari tingkatan kampus hingga ke DPRD Provinsi NTB  pun hanya mendapat harapan dan janji yang tidak sesuai dengan harapan mahasiswa.

Pihak kampus menuding bahwa kelalaian mahasiswa membayar SPP/UKT tidak sesuai waktu yang ditetapkan adalah karena ketidak disiplinan mahasiswa. Hal ini merupakan alasan yang sangat kontras dengan cita-cita penyelenggaraan pendidikan yang mengedepankan nilai-nilai edukatif tanpa memandang status dan tingkatan sosial.

Situasi ini jelas merupakan tamparan keras bagi dunia pendidikan Indonesia, yang menjunjung tinggi demokrasi kerakyatan. Berbekal logika sesat yang berasumsi bahwa keterlambatan pembayaran akibat ketidakdisiplinan mahasiswa, pihak kampus telah menjelma menjadi institusi yang anti demokrasi dan menutup rapat ruang akses pendidikan bagi mahasiswa. Keluarnya aturan sepihak jelas merupakan corak kampus yang anti demorasi, Dengan ditutup rapatnya ruang demokratisasi kampus, menandakan sebuah kemunduran harkat dan martabat institusi pendidikan tinggi yang seharusnya menjunjung tinggi budaya kritis dan ilmiah.

Hal ini ditandai dengan pengambilan kebijakan secara sepihak oleh pihak kampus dengan keluarnya papan pengumuman dengan No.19/In.07/KU.00.1472/2017 yang mewajibkan mahasiswa untuk mengajukan cuti bagi yang telat membayar SPP/UKT. Hal ini bisa menjadi barometer implementasi demokrasi di Indonesia, yang semakin mundur dan justru mengarah kepada penciptaan budaya bisu. Kebudayaan bisu, menurut Freire adalah ‘kondisi kultural sekelompok masyarakat yang ciri utamanya adalah ketidakberdayaan dan ketakutan umum untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan sendiri’, sehingga “diam” nyaris dianggap sesuatu yang sakral, sikap yang sopan dan harus ditaati. Budaya bisu inilah titik awal kemunduran sebuah peradaban bangsa.

rombongan aksi menuju DPRD Provinsi NTB
Dalam UUD 1945 sudah menjelaskan bahwa pendidikan yang digagas oleh para founding father Republik Indonesia adalah pendidikan yang bermakna, kritis, bersemangat dan emansipatoris. Bukan malah mengamini gaya pendidikan kapitalistik yang mengarah kepada depolitisasi institusi pendidikan bahkan berujung pada perampasan hak mahasiswa. “Serikat Mahasiswa sebagai Alat Perjuangan Mahasiswa menegaskan untuk melawan perampasan hak pendidikan mahasiswa yang dilakukan oleh pihak kampus IAIN Mataram dengan memaksa cuti mahasiswa yang telat membayar SPP/UKT” Ujar Ketua SMI Cabang Mataram, M. Yasin. Bahkan dia juga menegaskan bahwa SMI akan geruduk kantor DPRD Provinsi NTB untuk menagih janji ketua DPRD Provinsi NTB HJ. Baiq Isvie Rupaeda, SH.MH beberapa pekan lalu yang menyatakan siap mendukung perjuangan mahasiswa sampai tuntas.

 Oleh      : Riski Firdaus/SEM ( Staff Departemen Organisasi dan Jaringan Wilayah 2 Komite Pimpinan Pusat Serikat Mahasiswa Indonesia )